Jumat, 19 Desember 2008

Serba - Serbi

Beberapa tahun yang lalu, saya mengajak teman saya untuk join menerbitkan buku. Untuk penghasilan tambahan saja. Topik yang kami bahas biasanya adalah ekonomi, karena saat ngobrol / kongko-kongko di kedai, topik yang paling sering kami bicarakan memang adalah uang.

Sudah 4 tahun lebih sejak waktu itu, kalau dipikir-pikir, sepertinya penerbitan buku lebih mirip yayasan sosial daripada usaha orientasi profit. Untungnya kecil.... tapi thanks God usaha ini tidak repot, tak perlu terlalu diurus.

Anyway, omong-omong ada sebuah blog yang menurut saya sangat menarik... Ada linknya di sisi kanan blog ini: Blog Hypertiger. Si hypertiger menjelaskan kepada orang-orang bahwa inflasi tidak mungkin berlangsung selamanya, deflasi pasti akan mengikuti inflasi. Sekalipun terjadi hiperinflasi, nantinya pun akan diikuti oleh hiperdeflasi. Sejak sistem bank sentral yang didirikan pada abad ke-15 di Venetia sampai sekarang, siklus ekonomi (& sosial) selalu mengulangi pola yang sama.

Singkatnya, apa yang hendak diceritakan oleh hypertiger kepada kita adalah siklus ekonomi selalu berupa 3 siklus yang berulang-ulang:
1. Inflasi dan rusaknya tabungan.
2. Deflasi dan rusaknya modal.
3. Kebangkrutan ekonomi dan konsolidasi kekuasaan.

Mengapa harus ada inflasi? Karena ada bunga saat uang diciptakan sebagai kredit (hutang). Bila tidak ada inflasi (pertambahan jumlah uang atau kredit), bagaimana mungkin bunga pinjaman lama bisa dibayarkan? Anda paham?

Misalnya:
Sebuah masyarakat yang baru meninggalkan sistem barter, dan sekarang mulai memiliki bank.

* Bank meminjamkan kepada masyarakat Rp X, berlaku 1 tahun, plus bunga 5%.
* Tahun depan masyarakat harus mengembalikan Rp X + 5% (Ini tidak mungkin, karena 5% nya bahkan tidak eksis di masyarakat).
* Bank meminjamkan lagi (Rp X + 5%) kepada masyarakat, berlaku 1 tahun, plus bunga 5%.
* Tahun depan masyarakat harus mengembalikan (Rp X + 5 %) + 5% lagi (Ini tidak mungkin lagi, karena 5% yang terakhir juga tidak eksis di masyarakat).
* dst, dst, dst..

Tentu saja, dalam kehidupan riil, sistem ini tidak sesederhana itu. Ada berbagai jenis hutang, yang jatuh tempo dan tingkat bunganya berbeda-beda, dan juga bank pemberi kredit yang berbeda-beda. Tapi gambaran besarnya tidak berubah, masyarakat harus terus mencari usaha baru, kesempatan baru, & pengembangan baru agar bisa terus mengajukan uang (hutang) baru kepada bank agar suplai uang cukup untuk digunakan mereka setelah bunga dan pokok pinjaman lama dikembalikan kepada bank.

Sistem ini harus terus-menerus menginflasikan diri... sampai mereka mencapai limit atas mereka, kemampuan berhutang maksimal mereka... Inflate or die my dear...

dan setelah itu.... Bufff.... Balon kredit mereka pecah. Suplai uang berkurang dan masyarakat harus hidup dengan konsekuensi kurangnya suplai uang bagi mereka (kemiskinan, kelaparan, kriminalitas yang melonjat, tingkat kesehatan / sanitasi yang berkurang, dll).

Dan akhirnya adalah konsolidasi kekuasaan. Krisis selalu mengurangi kompetisi untuk setiap jenis industri. Akan ada semakin sedikit orang yang eksis di setiap jenis industri setelah deflasi berakhir. Kue yang dulu dibagi 100 orang nantinya akan dibagi oleh 50 orang. Di siklus berikut, dibagi oleh 20 orang. Di siklus berikut, dibagi oleh 10 orang, dst... Survival of the fittest...

Tapi hidup & kompetisi tidak berlansung adil kawan... Anda lihat sendiri, siang bolong Wall Street terang-terangan memaksakan konsolidasi kekuasaan. Perusahaan yang harus tutup malah diselamatkan, dan bahkan uang pembayar pajak diberikan secara gratis kepada mereka supaya mereka bisa membeli perusahaan saingan mereka. Ini sudah sinting!! Mengapa tidak ada orang yang menghentikan mereka? Sudah sebodoh apa masyarakat Amerika dan negara-negara lainnya sekarang?

Apapun yang bisa dilakukan di Amerika, Inggris, atau negara lainnya saya percaya juga bisa dilakukan di Indonesia. Saya yakin UU JPSK Indonesia akan diluluskan DPR dalam minggu-minggu ke depan. Penduduk di negara ini sama bodohnya dengan rakyat negara lainnya. Mereka belajar berdasarkan kurikulum sekolah yang sama, dan menonton televisi dengan acara pembodohan masal yang juga kurang lebih sama.

Sorry to say this, but it's quite hopeless.
Masyarakat akan mendapatkan apa yang pantas mereka terima, tidak peduli baik atau buruk. Kita semua ikut bertanggungjawab atas kebodohan bangsa dan konsekuensinya.

Anda masih menyimpan harapan akan perubahan? Kalau masih, Anda harus mengedukasi orang-orang di sekitar Anda secepatnya. Saya tidak benar-benar percaya ini akan berhasil, tapi ini satu-satunya alternatif yang saya tahu.

Do it or not do it, it's up to you...

Tidak ada komentar: