Jumat, 31 Oktober 2008

Bankir, Rakyat, & Pemerintah

Uang dalam sebuah masyarakat ibarat darah di dalam tubuh manusia. Kelebihan atau kekurangannya akan menyebabkan tekanan tinggi dan rendah (inflasi dan deflasi).

Kalau orang biasa ditanya berapa banyak uang beredar yang sepantasnya ada dalam sebuah masyarakat, jawaban logisnya adalah tergantung berapa banyak BARANG DAN JASA yang sanggup diperdagangkan oleh komunitas tersebut dalam perdagangan sehari-hari mereka.

Tetapi siapa sebenarnya yang menentukan jumlah uang beredar, dan bagaimana uang diedarkan?

Karena uang hanyalah medium pertukaran barang dan jasa di dalam komunitas tersebut, untuk melayani masyarakat tersebut, logisnya adalah tak seorangpun yang berhak mengambil keuntungan dari pengadaan uang. Orang yang berproduksi pantas mendapatkan uang, dan orang yang tidak berproduksi tidak mendapatkan apa-apa.

Petani menghasilkan hasil tani, nelayan mencari ikan dan hasil laut, penenun kain membuat pakaian, tukang masak mengolah hasil tani menjadi makanan, tukang kayu membuat bangunan dan perkakas rumah, orang-orang terdidik menjadi guru di sekolah, dll. Semua orang mengerjakan dan memberikan kontribusi ke masyarakat sesuai kemampuannya. Uang harusnya diciptakan OLEH komunitas tersebut UNTUK melayani komunitas tersebut.

Tetapi kemudian sekelompok kecil anggota komunitas tersebut, yang diberkati dengan daya pikir yang lebih tajam, sekaligus keserakahan yang tak terhingga, memahami bahwa mereka bisa TIDAK memberikan kontribusi apapun tetapi memiliki segala-galanya di masyarakat tersebut. Kelompok ini adalah "Pengada (Pencipta) Medium Uang."

Kalau demi memiliki uang dan menghindari sistem bartel yang merepotkan, masyarakat tersebut rela MEMINJAM uang kepada kelompok tersebut, maka masyarakat ini secara de facto telah menjadi budak abadi dari kelompok pencipta uang itu.

Misalkan : masyarakat ini terdiri dari 100 penduduk. Ada yang jadi petani, nelayan, tukang kayu, penenun kain, tukang masak, penambang, guru dll.

Kemudian sang Pencipta Uang, katakanlah seorang penambang emas, berhasil membujuk masyarakat tersebut untuk menggunakan koin emas buatannya sebagai medium pertukaran (uang). Semua orang membeli emas darinya, dan sebagai gantinya memberikan barang / jasa tertentu kepadanya. Yang lain, karena tidak memiliki barang, akhirnya harus meminjam kepada tukang emas tersebut.

Bila tukang emas ini meminjamkan 1000 koin emas dan menagih 5% bunga kepada masyarakat ini, maka tanpa menggunakan hukum bunga-berbunga sekalipun, dalam waktu 20 tahun tukang emas ini akan memiliki semua koin emas dia kembali, dan masyarakat ini masih tetap berhutang 1000 koin emas kepadanya.

Saat itu, tak satu pun koin beredar di masyarakat, sehingga tidak mungkin masyarakat tersebut sanggup membayar. Tentu saja, dalam prakteknya, memasuki tahun ke-2 sekalipun tukang emas tersebut sudah harus meminjamkan koin emasnya kepada anggota masyarakat ini, tukang emas ini tidak ingin bunga yang dia terima membuat suplai uang di masyarakat menurun, karena nantinya skema ini akan terbongkar.

Penurunan suplai uang di komunitas manapun selalu menciptakan resesi / depresi ekonomi. Agar sistem ini tidak gagal, komunitas tersebut harus terus mengajukan pinjaman baru, agar saat bunga / cicilan pokok pinjaman lama dibayarkan, suplai uang di komunitas tersebut tidak berkurang.

Tidak masalah medium apa yang Anda gunakan sebagai uang, selama sang pencipta uang adalah pemilik medium uang (bukannya masyarakat itu sendiri) dan berhak menagih bunga atas pinjamannya, masyarakat ini tidak akan pernah sanggup melepaskan diri dari perbudakan bunga, siklus inflasi dan resesi.

Pihak yang paling berkepentingan agar emas menjadi medium pertukaran uang, bisa Anda yakin bahwa dia pasti memiliki banyak emas yang ingin dia jual atau pinjamkan. Inilah satu-satunya motivasi dia untuk mempromosikan emas sebagai uang.

Karena kemampuan komunitas tersebut untuk berhutang ada batasnya, dan akibat bunga pinjaman yang harus mereka bayarkan, sebagian anggota komunitas tersebut pun jatuh miskin pada tahun-tahun pembayaran berikutnya. Manusia, sebagai makluk sosial, menyadari bahwa anggota masyarakat yang tidak beruntung ini tidak bisa dibiarkan begitu saja dan perlu dibantu. Maka diciptakanlah sebuah institusi sederhana untuk membantu mereka, yaitu Pemerintah, yang juga akan berfungsi untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak.

Tetapi, karena dari tahun ke tahun semakin banyak uang yang diperlukan untuk membantu anggota masyarakat yang tidak beruntung ini, skala pemerintah dan uang yang diperlukan untuk membiayai mereka pun terus bertambah besar.

Pemerintah, yang didirikan untuk menjadi penolong, perlahan-lahan justru berubah menjadi penodong. Jangan lupa, anggota pemerintah pun orang-orang biasa yang perlu makan dan memiliki kebutuhan lainnya. Jadi, sebelum uang yang dikumpulkan masyarakat untuk membantu orang miskin ini digunakan, sebagian uang tersebut pun masuk ke kantong anggota pemerintah terlebih dahulu.

Semakin besar jumlah orang miskin yang perlu dibantu, semakin besar skala pemerintah di komunitas tersebut. Semakin banyak usaha yang jatuh bangkrut, semakin sering juga pemeritah mengambil alih usaha-usaha tersebut, dan semakin banyak uang juga yang perlu dibayar anggota komunitas yang masih produktif dan belum bangkrut (*pajak). Suatu ketika, saat uang yang sanggup dikumpulkan dari masyarakat yang masih produktif pun tidak mencukupi lagi, pemerintah, sebagai sebuah institusi, pun mulai mengajukan pinjaman kepada si pencipta uang (dalam contoh di atas, si tukang emas)

(*Pajak : bedakan pajak yang ditarik untuk membantu orang miskin, pembangunan infrastruktur, gaji anggota pemerintah, Vs pajak untuk membayar cicilan hutang pemerintah. Kalau Anda mengira pajak yang Anda bayarkan setiap bulan semuanya digunakan untuk membantu orang miskin di Indonesia, memperbaiki jalan, sekolah, tempat ibadah dll, sebaiknya Anda mengecek dengan mata sendiri betapa besarnya anggaran pemerintah yang digunakan untuk membayar cicilan hutang & pokok kepada bankir internasional.)

Pemerintah, akhirnya pun terpojok untuk terus memaksa rakyatnya membayar lebih banyak lagi tagihan pajak, bea ini bea itu, pungutan jinak, pungutan liar, dll. Sekarang posisinya menjadi Pemerintah Vs Rakyat.

Orang-orang yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah pun mulai membuat kelompok (partai) baru, seolah-olah mereka bisa menyelesaikan masalah, mengembalikan skala pemerintah ke skala yang lebih kecil, dan mengurangi pajak dan pungutan kepada masyarakat produktif mereka.

Puluhan partai didirikan untuk berdebat satu sama lain, tetapi tak seorang pun yang bersedia mendebat asal usul uang mereka, tak seorang pun membicarakan si tukang emas. Mungkin memang itulah fungsi utama sistem demokrasi, agar si tukang emas lebih gampang mempertahankan kekuasaan. Bagaimanapun, jauh lebih gampang menyuap beberapa ratus anggota parlemen dibanding menyuap mayoritas rakyat di suatu negara.

Keadaan dari tahun ke tahun bertambah kacau, jumlah orang miskin terus bertambah dari generasi ke generasi. Anak-anak muda mulai khawatir akan masa depan mereka, dan tak mengerti mengapa generasi ini tampaknya lebih miskin dibanding generasi sebelumnya, dan kelihatannya anak-anak mereka sendiri akan lebih miskin dibanding mereka sendiri saat ini.

Polisi, tentara, yang seharusnya ada untuk melindungi rakyatnya, suatu ketika akan digunakan oleh si tukang emas sebagai senjata untuk melawan rakyatnya. Ironisnya, si tukang emas ini bahkan tidak perlu repot-repot menggaji polisi dan tentara. Gaji mereka dibayar oleh pajak rakyat yang mereka tindas.

Tahun depan Indonesia akan kembali menyelenggarkan Pemilu. Kalau tidak ada kejutan, lagi-lagi puluhan partai politik akan berdebat dan menyanyikan janji-janji manis kepada orang-orang yang ingin percaya. Dan lagi-lagi tak sebuah partai pun yang akan menyinggung si tukang emas saat ini, BANK (mulai dari Bank Sentral, dan kemudian ke Bank-Bank Komersial yang menciptakan mayoritas uang beredar di negara ini).

Kita masih berada dalam perbudakan bunga bank, tidak berubah sejak sebelum merdeka. Dan bank-bank komersial pun masih tetap mempraktekkan fractional reserve banking, tidak berubah sejak ratusan tahun lalu.

Kontrol atas kredit masih di tangan bankir, bukan di tangan rakyat. Jadi... Nothing is going to change, nothing!

Tahun depan, saat pinjaman tak terbayar rakyat USA memuncak, konsumsi mereka akan menurun tajam. Ketika mereka berhenti konsumsi, toko-toko distributor utama di Amerika akan mengurangi order ke pabrik-pabrik di Asia dan Eropa. Kurangnya order kemudian diikuti dengan PHK masal di Asia dan Eropa, dan kemudian toko-toko retail di Asia dan Eropa pun akan mulai jatuh bangkrut dan tidak bisa membayar pinjaman ke bank-bank komerisial lokal mereka.

Hanya orang-orang (& perusahaan) yang paling sedikiti dibiayai oleh hutanglah yang bisa keluar dari krisis kali ini. Sisanya akan jatuh bangkrut dan aset mereka akan diambilalih para bankir. 2-3 tahun ke depan, para "tukang emas" akan menikmati sensasi konsolidasi mereka, bisnis-bisnis akan jatuh ke lebih sedikit tangan, kompetisi akan berkurang (termasuk bisnis perbankan). Mimpi mereka untuk meMONOPOLI semua aset semakin mendekati kenyataan. "Last Man Standing."

Di sisi lain, orang-orang miskin terus bertambah. Anak-anak tidak sanggup sekolah, orang yang masih memiliki pekerjaan pun mulai berpikir untuk korupsi lebih banyak karena gaji tidak mencukupi, sebagian lagi mencari solusi lewat perjudian, prostitusi, perdagangan obat terlarang, dan hubungan internal keluarga juga memburuk. Hubungan antar orang di masyarakat pun tidak bertambah baik, orang-orang sibuk memikirkan bagaimana mereka harus makan, tak ada lagi waktu untuk bersosialisasi secara suka rela, kemunafikan pun bertambah... Kriminalitas akan meningkat tajam, dan tak banyak yang bisa dilakukan.

Percayakah Anda?
Bila Anda tidak menghentikan sistem ini sekarang, bila Anda tidak mengekspos kejahatan perbankan sekarang, maka akan tiba suatu hari.. di mana saat Anda mempertaruhkan nyawa Anda sekalipun, Anda tidak akan punya peluang lagi untuk menang. Semua aset, utilitas umum, militer, media, pendidikan, kepolisian, konglomerasi pertanian, perkebunan, pertambangan, gudang nasional makanan dan distribusinya, semuanya sudah dalam genggaman "tukang emas".

Mulailah bercerita, "Silence is Acceptance."

Senin, 27 Oktober 2008

Sistem Baru Pasca USD-Sistem

Hasil perundingan Bretton Woods 1944 pasca perang dunia 2 menetapkan dolar Amerika sebagai reserve currency dunia. Setiap negara harus menggunakan dolar Amerika untuk melakukan mayoritas transaksi pembelian semua komoditi antar negara, terutama minyak bumi.

Karena tidak ada negara selain Amerika yang bisa memproduksi dolar Amerika, maka untuk memiliki dolar Amerika, seluruh dunia berlomba-lomba menjual apapun yang mereka bisa ke Amerika.

Hasil perdagangan mereka adalah US dolar sebagai cadangan devisa mereka.

Lebih detail tentang dolar... Siapa yang bisa menciptakan dolar di negara Amerika? Jawabannya adalah pemerintah Amerika dan konsumen Amerika (rakyat).

Uang muncul dalam bentuk kredit.. Ketika pemerintah dan / atau rakyat mengajukan pinjaman dan disetujui oleh bank, maka dolar Amerika tercipta, baik dalam bentuk cash maupun dalam bentuk angka elektronik di komputer.

Jadi, inti dari Bretton Wood 1944 adalah menjadikan pemerintah Amerika dan rakyat Amerika sebagai motor utama perdagangan di sisi pembeli (buyer) dan seluruh negara di dunia di sisi penjual (seller). Pemerintah dan rakyat Amerika HARUS terus mengajukan kredit (hutang) agar sistem ini bisa berlanjut.

Kredit = uang.... + bunga. Yang namanya kredit (hutang) itu harus dibayar kembali, plus bunganya yang tidak pernah diciptakan. Untuk memastikan suplai uang tidak berkurang, maka setiap tahun harus ada peminjam baru agar saat bunga pinjaman lama dibayarkan, suplai uang di masyarakat ataupun di dunia tidak berkurang, sebab kalau suplai uang berkurang, akibatnya adalah resesi ataupun depresi.

Namun, sayang... kemampuan orang, perusahaan, ataupun sebuah negara untuk berhutang ada batasnya. Melewati batas tertentu, hutang tidak bisa lagi dibayar...

Kalau Anda seorang pegawai dengan gaji 2 juta, Anda tidak bisa membeli rumah dengan cicilan 3 juta bukan? Sebuah kamar kos adalah tempat tinggal bagi Anda sebelum Anda memiliki pendapatan tetap yang lebih besar. Ini hanyalah logika, semua orang harusnya memahaminya.

Rakyat dan pemerintahan Amerika sudah terjerumus dalam hutang yang tidak bisa mereka bayarkan. Posisi mereka sebagai konsumen dunia tidak bisa lagi dipertahankan. USA sudah berubah dari kreditur terbesar di dunia menjadi debitur terbesar di dunia sejak 1944 sampai sekarang.

Kebangkrutan mereka tinggal menunggu waktu.

Aturan baru sistem yang baru adalah menjadikan negara-negara penjual terbesar beberapa dekade terakhir sebagai konsumen (OPEC, Cina, Rusia), dan negara-negara debitur lainnya (terutama USA) sebagai produsen. Dan beberapa generasi kemudian, saat negara-negara itupun sudah terjerumus dalam hutang yang tidak bisa mereka bayarkan, kita akan kembali membuat ataran baru..

Masalahnya... Mungkinkah USA membiarkan sistem ini berubah tanpa perlawanan? Hasil dari sistem lama ini telah membuat mereka menjadi superpower satu-satunya di dunia, mereka juga mendominasi semua jenis teknologi militer, termasuk senjata nuklir, kimia / biologi.

Kalau dunia ini memasuki perang di bulan-bulan mendatang, ataupun kalau jenis penyakit tertentu menyerang secara global (sejenis SARS, flu ayam etc), Anda bisa yakin pemerintah Amerikalah yang ada di baliknya...

"God Bless US All"

Kamis, 23 Oktober 2008

Air Surut Menjelang Tsunami

Ada apa dengan penguatan US dolar akhir-akhir ini? Mengapa negara yang membiayai dirinya murni dari hutang justru memiliki mata uang yang paling kuat & paling aman saat ini?

Pasar finansial bukanlah yayasan sosial, orang-orang yang bergelut di dalamnya hanya memiliki satu motif : profit bagi diri sendiri!

Apa yang akan Anda lakukan kalau Anda adalah para bankir kriminal di Amerika saat ini? Inilah saat-saat terakhir mereka merampok besar-besaran sebelum sistem ini harus diganti. Mata uang yang dipakai untuk membeli aset, US dolar, harus dimanipulasi sekuat mungkin, dan aset-aset di dunia riil harus ditekan ke harga yang serendah mungkin.

Bankir-bankir ini kemudian akan menggunakan dolar mereka untuk membeli sebanyak-banyaknya aset riil, sebanyak yang bisa mereka beli. 6 - 12 bulan kemudian, orang-orang terakhir yang menerima dolar hasil penjualan aset mereka, akhirnya hanya bisa meratapi kertas-kertas tak berharga yang mereka pegang.

Pinjaman (kredit) bank dihentikan, hutang perusahaan bonafit sekalipun tidak bisa dirollover, pasar saham dan komoditi sengaja dibiarkan collapse, kepanikan ini kemudian menyebabkan orang-orang membeli treasury (surat hutang negara), itulah yang menyebabkan US dolar terus menguat.

Pemerintah bisa mengatakan mereka akan menjamin semua hutang-hutang korporat, tetapi siapa yang bisa menjamin janji pemerintah? Bicara tak perlu modal, saat uang benar-benar diperlukan, siapa yang punya uang untuk membailout begitu banyak hutang?

Amerika akan mengalami apa yang kita rasakan tahun 1998.

Bagaimana dengan Indonesia? Well, perhaps no better... Kepada siapa pimpinan negeri ini bekerja? Rakyat Indonesia? or Rothschild cs?

Who do you want to trust? Government....? or your own eyes...?

Selasa, 21 Oktober 2008

Sisi Lain Pinjaman Luar Negeri

Indonesia memiliki setumpuk hutang luar negeri, mayoritas adalah dalam US dolar, sebagian lagi adalah dalam Yen.

Ketika mendapatkan mata uang ini, pemerintah mengkonversi kembali ke rupiah dan kemudian menggunakan uang tersebut untuk membiayai proyek yang akan didanai oleh hutang tersebut.

Katakanlah pemerintah meminjam 50 juta USD untuk membangun sekolah, memperbaiki jalan, dan memperbaiki sanitasi suatu daerah. Pertanyaan bagi kita adalah:
"Bagaimana uang ini nantinya akan dikembalikan?"

Kita tidak bisa membayar hutang dolar dengan rupiah, tidak bisa juga membayar Yen dengan rupiah. Dolar harus dibayar dengan dolar, Yen harus dibayar dengan Yen. Tentu saja, + bunga pinjaman yang juga dalam mata uang dolar atau Yen.

Sekolah, jalan raya, dan infrastruktur tersebut tidak bisa serta merta menghasilkan dolar dan yen! Bunga pinjaman dalam mata uang dolar atau yen ini harus dikembalikan, dan satu-satunya cara mengembalikan adalah kalau kita menjual sumber alam atau produk manufaktur buatan Indonesia kepada negara-negara pemberi pinjaman tersebut.

Bila pinjaman terus menerus diberikan.. suatu ketika bunga-berbunga (compounding interest) dari pinjaman tersebut akan memaksa pemerintah menjual besar-besaran sumber daya alam kita ke negara pemberi pinjaman tersebut... Pajak yang harus dibayar oleh rakyat juga semakin besar, hanya untuk melunasi hutang dan bunga hutangnya.

Siapa yang sebenarnya memberikan hak kepada pemerintah untuk berhutang??? Sepertinya pemerintah tidak pernah meminta izin dari rakyat ketika meminjam uang ke luar negeri, padahal konsekuensi tindakan mereka berdampak secara langsung kepada kehidupan rakyat nya.

Ingat, pemerintah tidak punya uang! Semua uang pemerintah datang dari rakyatnya!

Senin, 20 Oktober 2008

Asal - Usul Uang Kita

Dari Mana Uang Berasal?

Suplai uang di sebuah negara mayoritas datang dari bank komersial. Uang muncul ketika kredit disalurkan oleh bank.

Karena kredit bisa berfungsi sama seperti uang, maka kebanyakan orang mengira kredit = uang. Kenyataannya kredit tidak sama dengan uang. Kredit harus dibayarkan kembali kepada bank + bunga.

Kredit = Uang + Bunga

Ketika bank menciptakan kredit, mereka tidak menciptakan bunganya untuk diedarkan di masyarakat. Jadi supaya sistem ini tidak terhenti, setiap tahun harus ada peminjam baru supaya saat bunga pinjaman lama dibayarkan, suplai uang di masyarakat masih mencukupi agar perdagangan barang dan jasa di komunitas itu tidak terganggu.

Bila tidak ada peminjam baru, maka suplai uang di masyarakat berkurang, akibatnya adalah resesi bahkan depresi.

Pertanyaan bagi kita semua... Mengapa bukan Negara yang menciptakan semua uang beredar untuk berlangsungnya perdagangan barang dan jasa? Mengapa bank komersial swasta yang mendapatkan hak eksklusif ini?


"Saya tidak peduli siapa boneka yang akan diangkat menjadi Raja Inggris. Orang yang mengendalikan suplai uang di Inggris adalah orang yang mengendalikan Kerajaan Inggris, dan sayalah yang mengendalikan suplai uang Inggris"
- Nathan Mayer Rothschild, 1815 -