Rabu, 24 Juni 2009

Step by Step Kebangkrutan Global

Dari berbagai berita di internet, kelihatannya sejumlah besar negara bagian Amerika akan bangkrut dalam waktu dekat. Yang paling kritis adalah California. Menurut Gubernur mereka, si Terminator Arnold Schwarzenegger, pemerintahan mereka hanya punya cukup uang untuk bertahan sampai bulan Juli ini.

Our wallet is empty. Our bank is closed.
Our credit is dried up.
- Arnold Schwarzenegger-

Setelah Juli, kalau tanpa injeksi uang ke kantong pemerintahan mereka, maka sejumlah instansi pemerintah akan ditutup, dan sebagian lagi akan melakukan PHK besar-besaran. Bayangkan kalau instansi yang ditutup adalah penjara, para napi: perampok, pembunuh, pemerkosa, pengedar obat bius, psikopat, dll, dilepaskan ke masyarakat, tanpa pekerjaan, tanpa uang, karena negara tidak punya uang untuk menampung mereka lagi, hehe…

The Fed, yang diharapkan untuk membantu mereka, mengindikasikan bahwa mereka tidak akan membailout negara bagian. Ya wajar-wajar saja, kalau mereka membailout California, maka dalam beberapa jam 50 negara bagian yang lain juga akan sibuk menelepon mereka dan meminta uang dengan alasan yang sama.

Pemerintahan Federal Amerika, tampaknya juga tidak bisa berbuat banyak. Uang yang mereka kumpulkan dari tangan publik untuk membailout bank-bank besar dan menciptakan “proyek stimulus” sudah sangat besar, ke mana lagi mencari pinjaman berikut?

Tanpa defisit anggaran negara bagianpun, pemerintah mereka sudah kesulitan meminjam, buktinya adalah quantitave easing (printing debt money) beberapa bulan terakhir.

Jadi bagaimana? Apa yang akan terjadi?

Hmm.. Saya sama tidak tahunya dengan Anda… Tapi mari kita bayangkan kembali beberapa hal mendasar tentang uang….

Seperti yang sudah Anda ketahui, uang muncul saat pengajuan kredit oleh konsumen. Awalnya, pengajuan kredit dilakukan untuk tujuan produksi. Hasil dari proses ini adalah uang yang tercatat di rekening si pemimjam dan juga benda berwujud yang diproduksi dari uang tersebut.

Sampai di sini, uang (kertas maupun elektronik) masih sangat berharga, karena mewakili nilai dari sebuah produk.

Step berikut, kredit diajukan konsumen untuk membeli barang yang sudah jadi, artinya barang yang sama yang sebelumnya telah diwakili oleh uang tertentu, dijadikan lagi sebagai jaminan untuk menciptakan lebih banyak uang.

Barang-barang hasil produksi masih sama, tetapi uang (kredit) yang beredar yang mewakili barang-barang tersebut bertambah. Inilah salah satu alasan kenaikan harga di pasar. Uang yang lebih banyak yang mengejar jumlah barang yang masih tetap.

Sampai di sini, uang masih juga berharga, karena bagaimanapun masih mewakili nilai dari suatu barang (walaupun barang yang sama sudah dijadikan sebagai jaminan untuk kedua kalinya).

Semakin banyak level sebuah aset dijadikan sebagai jaminan atas penciptaan kredit berikut, atau semakin besar volume uang yang tercipta atas barang yang sama yang dijadikan sebagai jaminan penciptaan kredit, semakin menurun nilai uang yang beredar.

Semakin sering Anda melihat publik melakukan spekulasi lewat uang kredit di industri atau produk tertentu, semakin besar kenaikan harga di industri atau produk tersebut.

Misalnya ABS (Asset Backed Security) atau MBS (Mortgage Backed Security). Konsumen meminta bank untuk menciptakan uang atas misalnya sebuah rumah yang mereka beli. Bank kemudian menjual janji konsumen tersebut untuk membayar kepada “investor” berikut, dan uang yang bank terima kemudian dipakai sebagai modal untuk menciptakan pinjaman berikut ke konsumen / demander uang yang berikut, dst…

Walaupun demikian, dengan berjalannya waktu, uang masih tetap akan berharga. Mengapa? Karena tidak sama seperti barang (yang bisa saja bertahan lama di dunia), setiap digit uang di dunia memiliki umur tertentu, umurnya berkurang dan berkurang dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, seiring dengan masa pembayaran kredit ke sang pencipta uang, BANK.

Saya pernah menggambarkan kepada Anda bahwa suplai uang di planet kita pada dasarnya adalah sebuah balon hutang. Balon ini adalah mengembang ataupun mengempis tergantung volume udara (hutang) di dalamnya.

Suplai uang = A + B – C

A = Hutang lama yang telah diajukan sebelumnya (yang belum jatuh tempo)
B = Hutang baru yang sedang diciptakan
C = Pembayaran cicilan pokok dan bunga hutang lama.

Konsumen menciptakan uang, bukan mesin cetak. Korporasi-korporasi raksasa yang dibiayai oleh para bankir? Mereka juga adalah bagian dari konsumen.

Hutang dari A akan menjadi tabungan dari B.
Hutang dari C akan menjadi tabungan dari D, dst…
Somebody akan berhutang… Dan somebody lainnya akan mendapatkan tabungan…

Apa yang terjadi kepada individu, juga terjadi kepada negara. Sekarang coba Anda bayangkan…

Setiap hari, setiap bulan, manusia-manusia saling bertukar barang dan jasa, dan sekaligus bertukar uang, baik berupa cash, maupun hanya sebuah entri elektronik di bank.

Alex, seorang insinyur, memiliki sejumlah tabungan + income tertentu dari mata pencahariannya. Karena setiap bulan ada surplus, maka tabungannya terus bertambah, dan kemampuannya untuk membeli lebih banyak barang dan memenuhi keinginan lainnya pun meningkat.

Maka Alex pun membelanjakan uangnya. Misalnya, dia menghabiskan seluruh tabungannya untuk membeli sebuah rumah baru.

Lalu, karena tabungannya sudah habis untuk melunasi rumah barunya, maka tabungannya menjadi nol, tetapi dia masih memiliki mata pencahariannya, dia masih bisa menghasilkan surplus pendapatan di bulan-bulan berikut.

Maka, diapun mengajukan kredit, misalnya pembelian mobil baru. Dia menyicil mobil tersebut dengan cara misalnya 36 bulan, menggunakan surplus pendapatan bulanannya yang kebetulan pas untuk membayar cicilan bulanan mobil ini.

Sekarang, Alex sudah tidak sanggup lagi mengajukan kredit baru apapun. Limit hutangnya sudah tercapai.

Siapapun yang masih meminjamkan uang kepadanya untuk membeli barang konsumsi berikut adalah seorang idiot!

Kalau Alex ngotot untuk membeli, maka dalam waktu beberapa bulan, karena menunggak, maka aset yang menjadi jaminan pinjaman itu akan disita oleh sang kreditur.

…& Bayangkan, kalau di suatu negara, ada sejumlah besar populasi yang hidup dengan cara si Alex….

Inflasi tidak berlansung abadi, karena keterbatasan daya beli oleh publik. Di level-level hutang tertentu, orang akan berhenti mengajukan hutang, karena memang sudah tidak sanggup lagi membayar.

Dan di era deflasi, semua barang yang perlu dibeli lewat hutang (misalnya rumah) biasanya akan jeblok harganya, karena kemampuan orang untuk mengajukan kredit menciut. Semakin besar porsi kredit dalam pembelian barang tertentu, biasanya semakin jeblok harga barang tersebut.

Sebelumnya, Anda perlu mengingat kembali aturan main penciptaan uang:
Majikan (bankir) akan memberikan kepada Anda apa yang Anda inginkan, bila dan hanya bila Anda bisa membayar lebih dari yang Anda dapatkan.

Sebuah masyarakat, bila sudah sampai di limit hutang mereka, akan berhenti mengajukan kredit. Tetapi, suplai uang nanti akan terus menurun karena setiap bulan ada hutang pokok dan bunga yang harus dibayar ke perbankan.

Ingat, yang penting adalah berapa uang yang berada di tangan publik. Sekalipun ada berton-ton uang kertas dan trilyun-trilyun uang di rekening besi baja bank, bila uang ini tidak dimiliki oleh publik, atau tidak bisa sampai ke tangan publik (publik mengajukan kredit duluan), maka keberadaan uang itu tetap tak berarti.

Turunnya suplai uang akan menjatuhkan harga berbagai jenis aset yang dijaminkan saat penciptaan uang awal, dan bank bersangkutan bisa terkena resiko insolvent (liabilitas lebih besar dari aset)

Somebody harus membayar kerugian ini. Kalau bank tidak dibiarkan bangkrut, maka selisih kerugian yang diderita perbankan harus ditambal oleh somebody, dan somebody itu adalah publik.

Campur tangan pertama pemerintah adalah meminjam uang dari tangan publik yang memiliki uang dan memberikannya ke perbankan. Untuk membantu kelancaran proses meminjam ini, market yang lain memiliki uang harus dijatuhkan duluan, biasanya adalah pasar obligasi dan pasar saham. Maka uang berpindah dari satu pasar ke pasar yang lain.

Step berikut, kalau kejatuhan harga aset masih begitu besar, dan lebih dari kemampuan pemerintah untuk meminjam, maka pemerintah akan sampai di titik di mana mereka harus menentukan salah satu dari hal ini:
- Hentikan bailout, biarkan sejumlah bank tutup, dan kebangkrutan massal.
- Tak perlu meminjam dari publik, cetak uang baru (monetisasi), dan berikan lagi kepada perbankan.

Menciptakan uang tanpa dasar produksi, dan memberikannya kepada perbankan agar mereka bisa memenuhi rasio kecukupan modal mereka, adalah lebih sinting dibanding publik yang berspekulasi dengan uang kredit untuk membeli produk tertentu.

Efeknya adalah penurunan nilai uang (devaluasi), karena sejumlah uang yang tidak lagi mewakili nilai dicampur dengan uang-uang lama (kredit) yang mewakili nilai.

Semakin besar porsi uang baru (monetisasi) tak bernilai yang dicetak, semakin terasa efek inflationary mereka.

Zimbabwe zaman ini dan Weimar abad yang lalu adalah contoh kalau uang yang dicetak untuk membayar tagihan jauh melebihi uang sebelumnya yang masih mewakili nilai. Ketika Anda mencetak uang, yang tidak didasari produksi ataupun jaminan apapun, maka uang itu hanyalah selembar kertas, sesederhana itu.

Semakin banyak sampah yang dicampur dengan kertas berharga, semakin tidak berharga keseluruhan paket kertas itu. Dan bila jumlah sampah yang dicetak sudah sedemikian besar, jauh lebih daripada kertas-kertas berharga yang ada sebelumnya, maka bahkan kertas-kertas berharga yang ada sebelumnya itu juga akan ikut menjadi sampah.

Namun, monetisasilah tidaklah seburuk yang orang sangka, bila digunakan untuk tujuan yang jelas, misalnya produksi oleh perusahaan negara, ataupun diberikan kepada publik untuk menggerakkan perekonomian masyarakat.

Singkatnya, kalau diimajinasikan, step by step menuju kebangkrutan adalah sebagai berikut:
1. Habisnya tabungan.
2. Beli barang berikut, bayar dengan sistem cicil (pokok & bunga)
3. Karena kesulitan membayar, ganti cara bayar. Bayar dengan sistem cicil (bunga aja, hutang pokok gak usah). Sebenarnya, ini sama saja dengan menyewa.. hehe…
4. Beli terus, kali ini bahkan bungapun sebenarnya gak sanggup dibayar. Tapi jangan khawatir, ada beberapa aset lunas yang terakumulasi sebelumnya yang bisa dijadikan jaminan.
5. Pembayaran macet, aset yang dijaminkan mulai disita. Dan kalau semua kreditur menuntut untuk dibayar, maka nyatakan kebangkrutan dan likuidasi semua aset untuk membayar mereka.
6. Khusus untuk negara, bisa diperpanjang ke step berikut. Kalau hutang dalam mata uang yang mereka cetak, mereka bisa bayar dengan mencetak mata uang itu. Kalau hutang dalam mata uang asing, mereka bisa mencetak uang sendiri, lalu ditukar di pasar valuta asing untuk membeli mata uang asing tersebut. Tergantung seberapa besar volune uang yang dicetak, tingkat devaluasi atau prospek hiperinflasi adalah relatif tergantung skala cetak uang itu.

Belum tentu kalau mulai mencetak uang lantas negara langsung bangkrut, karena tergantung apakah sebagai sebuah negara, mereka sanggup mengubah diri mereka, dari membeli lebih banyak daripada yang mereka jual (defisit) menjadi menjual lebih banyak daripada yang mereka beli (menabung).

Yang dilakukan saat negara mencetak uang (monetisasi atau quantitative easing) adalah membeli waktu dan menunda kebangkrutan. Kalau mereka bisa mengubah diri mereka dengan cepat, berubah dari sebuah entitas yang defisit menjadi sebuah entitas yang surplus, mereka bisa come back, hiperinflasi dan hancurnya mata uang tidaklah harus terjadi.

Tapi kalau mereka tidak bisa mengubah ketagihan mereka akan defisit, dan semua tagihan memang hanya mungkin dibayar lewat pencetakan uang baru berikut, maka the game is over. Uang yang mereka cetak pada akhirnya memang hanya akan dihargai sebesar nilai kertas itu sendiri…

Step 1 sampai 3 di atas akan membentuk siklus “booming” ekonomi, waktu di mana semua orang merasa “makmur,” hehe.. Di step no 4, bubble sudah di ambang pecah, dan pada step 5 dan 6, itu adalah masa-masa meletusnya “kemakmuran” ekonomi menjadi bencana ekonomi.

***

Kalau Anda sudah membaca mengenal implikasi Capital Accord 2, Anda sudah tahu bahwa daya leverage sekuritas rating AAA sangatlah besar. Bersama dengan uang tunai, emas, surat hutang negara maju seperti Dolar Amerika, Pound Inggris, Euro, dan juga sebagian surat hutang negara bagian (muncipal bond), mereka bisa dimasukkan di aset level 1 ataupun level 2 pembukuan perbankan.

Runtuhnya rating surat hutang perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Motors yang barusan bangkrut dan juga surat hutang negara bagian seperti California nantinya akan menjatuhkan rating surat hutang tersebut dalam pembukuan bank-bank besar. Artinya, apa yang sebelumnya ada di level 1 akan jatuh ke level 2, atau apa yang ada di level 2 akan jatuh ke level 3, alias modal yang harus bank kumpulkan untuk memenuhi rasio kecukupan modal kembali akan membengkak.

Bedanya, kali ini pemerintah dan bank sentral mereka tidak lagi sanggup meminjam dari publik seperti yang mereka lakukan tahun lalu. Kali ini, pilihannya tinggal 2, biarkan bank tutup dan masuki era deflasi besar, ataupun cetak
uang!!

Apakah Amerika, Inggris, dkk akan memonetisasi besar-besaran hutang mereka atau tidak, saya tentunya tidak tahu, tetapi kalau harus bertaruh, saya lebih condong bertaruh para Money Masters pada akhirnya akan mencobanya. Publik akan menuntut mereka untuk melakukannya. Duduk diam dan membiarkan sebuah krisis menghancurkan kehidupan masyarakat sepertinya bukan skenario yang bisa diharapkan untuk dilakukan para politisi dan pejabat bank sentral.

Negara maju adalah konsumen, dan kita, di Indonesia, dalam bagan piramida perdagangan global, adalah produsen. Kalau mereka melakukan devaluasi, kita juga nantinya akan ikut, karena mata uang kita kalau menguat, ekspor kita akan terganggu. Memang inilah nasib negara budak, kecuali kalau posisi Indonesia dan negara berkembang lainnya bisa diubah. Giliran Amerika, Inggris, dkk yang menjadi budak & mensuplai kebutuhan kita dengan harga murah. Hehe…

Tapi butuh waktu untuk melihat itu kawan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apa yang saya sharing kepada Anda mengenai masa depan, sejak buku Masa Lalu Uang & Masa Depan Dunia, sampai tulisan2 di blog ini mungkin baru akan menjadi kenyataan setelah bertahun-tahun lagi, bahkan dekade. Yang bisa saya katakan adalah kita memang sedang dalam perjalanan sesuai dengan apa yang saya tulis, KEBANGKRUTAN GLOBAL...

Rabu, 03 Juni 2009

Serba - Serbi & Klarifikasi

Sebenarnya informasi yang bisa saya sharing sudah habis saya sampaikan, tapi dari beberapa email yang saya terima, sepertinya ada penyampaian saya yang kurang beres. Untuk mencegah kesalahpahaman, mungkin lebih baik ditulis lagi artikel tambahan.

Tentu saja, saya paham kebanyakan orang tidak akan benar-benar membaca semua artikel yang ada di sini. Zaman ini, orang menginginkan informasi instan, kalau bisa sebuah artikel yang bisa dibaca habis dalam 3 menit untuk menjelaskan semua topik yang ada. Hehe... Sayang, saya gak punya…


Campur Tangan Pemerintah

Ketika saya mengkritik pemerintah atas berbagai campur tangan mereka dalam ekonomi, saya mengucapkan hal itu dalam konteks di mana pemerintah tidak boleh mencetak uang (sesuai sistem yang ada selama ini).

Uang pemerintah selalu datang dari pinjaman, entah itu suka-rela (rakyat membeli surat hutang negara) atau tidak suka-rela (pajak).

Ingat, pemerintah manapun tidak boleh mencetak uang (dalam sistem sekarang), mereka hanya boleh meminjam. Ketika mereka memonetisasi hutang, uang baru itu juga adalah hutang. Yang bayar? Ya you and me

Lantas, apakah saya mendukung pemerintah mencetak uang secara membabi-buta? Tentu tidak kawan.

Dalam konteks kredit konsumen, orang mengatakan asalkan pertumbuhan uang diikuti dengan pertumbuhan barang dan jasa, maka relatif tidak ada kenaikan harga.

Jika kalimat ini berlaku untuk konsumen, maka kalimat ini seharusnya juga berlaku untuk pemerintah, bukan begitu?

Jadi, dalam hal pemerintah mencetak uang, maksud saya adalah:
1. Uang digunakan untuk tujuan produksi barang ataupun jasa yang mereka berikan ke publik.
2. Uang itu eksis secara permanen di dalam negara, bukan hutang kepada siapapun. Tidak ada masa jatuh tempo atas uang tersebut.

Dan kalau memang harus ada kompromi, di mana uang bagaimanapun tetap harus diciptakan sebagai kredit (hutang), maka hutang pemerintah, sama seperti hutang swasta, tidak perlu dikenakan bunga.

Atau alternatif kompromi yang lain, hutang konsumen tetap dikenakan bunga, tetapi semua keuntungan perbankan harus dikembalikan lagi kepada publik dalam bentuk penghilangan pajak. Untuk itu, semua bank komersial, yang diberikan hak untuk menciptakan kredit, harus dinasionalisasikan terlebih dahulu oleh negara. Rakyat tidak perlu lagi membayar pajak, anggaran negara akan dibiayai sebagian oleh keuntungan bank, sebagian lagi lewat pencetakan uang baru.

Suplai uang di sebuah negara bisa dipatok oleh pemerintah, dengan kenaikan sekian persen tertentu setiap tahun, mengikuti kebutuhan dan kalkulasi pembangunan mereka.

Saya yakin ada berbagai alternatif yang lain, dan saya cukup percaya Anda bisa membayangkan sistem yang lain yang menurut Anda lebih baik. Yang pasti, jangan percaya dengan kata-kata orang bahwa sistem yang ada sekarang adalah satu-satunya alternatif. Itu bohong!


Debt = Money

Tidak ada uang yang eksis secara permanen di sebuah masyarakat ataupun di sebuah negara dalam debt based money system. Suplai uang bertambah saat volume kredit (hutang) bertambah. Suplai uang menurun saat volume kredit berkurang.

Membandingkan volume uang tunai dengan total kredit yang berfungsi sebagai uang di dunia ibarat membandingkan volume air sungai dengan air laut di samudera, benar-benar tak berarti.

Disederhanakan, suplai uang dunia = A + B – C

A = Hutang lama yang telah diajukan sebelumnya (yang belum jatuh tempo)
B = Hutang baru yang sedang diciptakan
C = Pembayaran cicilan pokok dan bunga hutang lama.

Suplai uang utama datang dari kredit konsumen, suplai nomor dua datang dari kredit negara / monetisasi (sangat jarang terjadi, sebab uang negara mayoritas hanyalah uang yang mereka himpun dari tangan publik).

Bisakah Anda membayangkan sistem ini kawan?

Untuk mempertahankan suplai uang, seluruh manusia di dunia harus terus mengajukan hutang baru. Yang terjadi dari waktu ke waktu sebenarnya hanya siapa yang memikul tanggung-jawab terbesar sebagai mesin hutang.

Hal ini tidak hanya berlaku untuk hubungan antar-negara. Di internal negara, di internal propinsi, sebenarnya juga sama.

Dan kalau pada akhirnya, Anda mendapati bahwa suplai uang di planet ini datang dari para bankir swasta, bagaimana Anda bisa tidak marah? Apa hak mereka untuk menciptakan uang dan menyuruh kita semua untuk membayar dan memperkaya mereka?

“Uang ada untuk melayani manusia, bukan manusia ada untuk melayani sang pencipta uang!”


Hutang, Manusia, & Lingkungan

Untuk membayar hutang & mengejar bunga, masyarakat harus terus mencari jalan untuk mengajukan hutang baru. Aktifitas mencari hutang secara umum akan diikuti oleh aktifitas produksi nyata di lapangan. Ini bisa menjadi berkat, juga bisa menjadi bencana.

Debt based money system (kredit sebagai uang) dan bibit-bibit fractional reserved banking modern dimulai pada abad ke-15…

Manusia, karena harus membayar hutang dan juga karena secara matematis tidak sanggup melunasi hutang yang bunganya bahkan tidak eksis, harus terus mencari area pengembangan baru. Untuk itu, mereka terus mengeksplorasi wilayah baru, mencari sumber daya alam baru, dan menciptakan teknologi yang baru.

Dan tentu saja, untuk mengerjakan begitu banyak proyek-proyek baru, dunia juga butuh manusia-manusia baru.

Ingat, yang dikejar manusia adalah bunga eksponensial, dan bunga eksponensial selalu berakhir dengan grafik parabolik… Dengan demikian, baik suplai uang (kredit), pertumbuhan populasi, maupun pertumbuhan produksi dan eksplorasi komoditi pada akhirnya akan membentuk kurva parabolik.

Suplai Uang Dunia


Populasi Dunia

Produksi Minyak Dunia (Peak Oil?)

(Renungkan baik-baik hubungan pertumbuhan suplai uang - penduduk - produksi komoditi. Bila suplai uang benar-benar collapse, maka hanya masalah waktu sebelum yang lain juga mengikutinya...)

Fractional reserved banking adalah sebab masalah, tetapi di kemudian hari juga adalah sebab DAN akibat dari masalah. Untuk membayar hutang yang semakin lama semakin banyak, butuh lebih banyak dan lebih banyak lagi suplai uang, yang bahan bakunya belum tentu bisa dipenuhi dalam waktu singkat. Dan karena jumlah manusia terus bertambah, suplai uang mau tak mau harus dibuat dari bahan / cara yang segampang mungkin diciptakan.

Cara apa lagi yang lebih gampang selain menciptakan uang begitu saja dengan sebuah entri pembukuan?

Rasio fractional reserved terus dinaikkan dari waktu ke waktu. Dari 2 kali lipat, menjadi 4 kali lipat, menjadi 10 kali lipat, 20 kali lipat, 40 kali lipat, dst…

Tentu saja, hal ini terjadi sebagian karena keserakahan si pencipta uang (bankir), tetapi sebagian lagi juga karena untuk memenuhi kebutuhan suplai uang yang diperlukan oleh sistem. Semua perubahan regulasi sampai saat ini di dalam dunia perbankan adalah untuk memperlama usia debt based money system di planet ini.

Efek pertambahan penduduk, pertambahan aktifitas manusia, pertambahan eksplorasi alam, adalah apa yang kita lihat hari ini. Saya bukan pemerhati isu lingkungan, tetapi kalau Anda termasuk orang yang sensitif terhadap lingkungan dan menyalahkan manusia karena telah merusak terlalu banyak bumi kita, Anda juga bisa mengarahkan pistol Anda kepada debt based money system.

Ingat aturan main sistem ini:

Majikan (bankir) akan memberikan kita berapapun uang yang kita inginkan, selama kita memberikan kepada mereka lebih daripada yang kita dapatkan.
Dan ketika kita (secara umum, umat manusia) tidak bisa lagi berhutang & membayar lebih daripada yang kita dapatkan, maka majikan tidak akan lagi memberikan kepada kita apa yang kita inginkan.

Amerika adalah mesin hutang terpenting di dunia sejak perang dunia ke-2. Kecuali kalau manusia di planet ini bisa segera menemukan mesin hutang raksasa berikut, bila tidak dunia ini akan memasuki era kekacauan besar.

Untuk apa si pencipta uang menciptakan uang dan memberikannya kepada kita hanya supaya kita bisa memberikannya lagi kepada mereka untuk membayar hutang-hutang kita? Ini memang bisa menunda hari penghakiman, tetapi ini bukanlah solusi…

Negara-negara yang kebanyakan hutang bisa saja memonetisasi berton-ton uang baru (hutang baru), dan kemudian membayarnya lagi kepada majikan mereka (bank). Bank juga secara teori bisa mengabulkan begitu saja semua permintaan kredit dari konsumen. Tapi kalau Anda pikir baik-baik, untuk apa bank melakukan itu? Untuk apa mencetak uang dan memberikannya kepada A hanya supaya A membayarnya kembali lagi kepada bank dengan uang yang sama?

Hiperinflasi tidak akan menyelesaikan masalah. Dalam konteks paling opitimis, dia hanya bisa menunda masalah yang sesungguhnya: collapse of credit, suplai uang kita.

Saya tidak bisa memastikan kepada Anda apa yang Akan terjadi, apakah dunia benar-benar akan memasuki era hiperinflasi karena masing-masing negara memonetisasi besar-besaran uang mereka, atau apakah monetisasi akan segera diakhiri dan kita akan langsung memasuki era deflasi. Saya bukan insider

Satu hal yang pasti, daya hutang manusia ada batasnya. Ada level tertentu di mana bila level itu sudah tercapai, ya berhenti. Menambah angka nol di belakang uang kita tidak akan mengubah apapun, yang berubah hanyalah jumlah angka nol kita saja.

Beberapa bulan ini Anda membaca tentang monetisasi pemerintahan Amerika dan Inggris (Quantitative Easing). Apa sebenarnya yang mereka lakukan?

Ini gambaran yang disederhanakan…. Rakyat mereka sudah capek berhutang, mereka sudah sampai ke limit mereka, it’s over their limit. Tetapi sesuai kesepakatan kredit yang mereka buat, setiap bulan tetap ada tagihan yang harus dibayar ke perbankan. Bukan cuma bunga pinjaman, tetapi juga hutang pokok.

Total credit market di Amerika adalah sekitar $50 trilyun. Umpamakan bunga rata-rata per tahun dari kredit konsumen ini 5%, berarti ada $2,5 trilyun uang baru yang mereka butuhkan setiap tahun. Ditambah hutang pokok yang jatuh tempo, umpamakan $2,5 trilyun juga, maka setiap tahun harus ada “proyek” baru senilai $5 trilyun yang diajukan rakyat mereka hanya untuk MEMPERTAHANKAN suplai uang dolar ini.

Bagaimana kalau rakyat mereka tidak sanggup meminta kredit baru senilai $5 trilyun tahun ini? Tahun depan? Dan tahun-tahun berikut? Jawabannya adalah intervensi pemerintah.

Pemerintah akan menggantikan peran rakyat sebagai mesin hutang. Sebenarnya, tidak ada salahnya mencetak uang, solusi kekurangan uang adalah menambah uang, apa lagi yang Anda harapkan? Masalahnya adalah yang dicetak pemerintah saat monetisasi bukan hanya uang, tetapi juga hutang…

Bank sentral membeli surat hutang negara, hanya supaya negara nantinya bisa membayar kembali ke bank sentral, ini sinting. Ini benar-benar sia-sia. Majikan (bankir) menjadi kaya karena yang membayar tagihan bukan mereka. Tetapi dalam quantitative easing, uang yang mereka terima adalah uang yang mereka cetak. Suatu saat, ketika uang tidak lagi mewakili nilai, maka QE pun tidak lagi memberikan manfaat kepada bankir. Cepat atau lambat ini akan berakhir, QE tidak akan berlangsung abadi.

Bayangkan sebuah perusahaan, setiap staf harus memberikan kontribusi (profit) bagi majikan. Misalkan Anda seorang salesman, gaji Anda 5 juta dan penjualan Anda menghasilkan profit 50 juta bagi perusahaan. Selisih 45 juta itu adalah untuk menghidupi staf lain yang bekerja di departeman lain.

Seminimum-minimumnya, salesman itu harus menghasilkan profit 5 juta per bulan agar dia tidak menjadi parasit, bukan begitu? Kalau penjualannya menghasilkan profit kurang dari gajinya, dia akan berubah dari sebuah aset menjadi sebuah liabilitas.

Dan tidak ada liabilitas yang akan bertambah lama di perusahaan manapun juga!

Dunia ini juga sama seperti perusahaan itu. Kita semua adalah staf, masing-masing memberikan kontribusi dalam sistem piramida raksasa yang sama. Majikan menjadi kaya karena kontribusi kita kepada mereka, karena kita memberikan kepada mereka lebih daripada yang kita dapatkan.

Majikan tidak menjadi kaya karena mereka mencetak uang kepada kita, hanya supaya kemudian kita mengembalikan uang yang sama kepada mereka. Kekayaan mereka harus datang dari kontribusi kita kawan.

Anda tidak bisa berharap bank sentral dan bank komersial terus-menerus memproduksi uang (mengcover hutang pokok dan bunga), memberikannya kepada pemerintah dan publik hanya supaya pemerintah dan publik kemudian membayarkan kembali jumlah uang tersebut kepada bank bukan? Ini sia-sia (bagi bankir).

Di saat titik puncak hutang terlewati (saya tidak tahu kapan), titik di mana manusia benar-benar tidak sanggup lagi mengajukan hutang dan membayar lebih dari yang mereka minta, satu-satunya hal yang wajar untuk terjadi adalah likuidasi liabilitas.

Somobody has to be liquidated. If it’s not you, then it’s me…

Dan setelah cukup orang dilikuidasi, kita, bersama-sama dengan Majikan kita, akan memulai lagi sebuah era baru dengan hutang-hutang yang baru. Sebuah siklus baru.


Nilai Intrinsik Uang

Kalau emas adalah uang, lantas apa yang pemerintah gunakan untuk membeli emas? Memakai emas untuk membeli emas? Oh come on

Dalam standar emas, negara tetap harus memark-up harga emas. Harga emas dipatok (fixed) di level tertentu, di atas ongkos produksinya. Umpamanya ongkos negara per gram Rp 50.000, dan kemudian dipatok dengan nilai Rp 200.000 (face value) pada saat emas tersebut dibentuk sebagai mata uang (koin ataupun batangan).

Uang kertas juga sama. Uang elektronik juga demikian.

Bedanya adalah rasio perbandingan face value terhadap ongkos bahan baku. Pada emas, rasionya bisa lebih kecil. Untuk uang kertas dan elektronik, rasionya bisa sangat besar. Tapi, yang pasti, apapun bahan baku yang digunakan, tetapi akan dipatok di harga yang sudah dimark-up sebelumnya.

Bentuk uang cash atau elektronik, sebenarnya (bagi saya) tidak terlalu penting. Saya menyukai uang kertas, saya juga menikmati uang elektronik, jadi jujur saja saya tidak bisa mengkritik berlebihan bentuk uang ini.

Emas bisa digunakan sebagai uang, emas pernah digunakan sebagai uang, & mungkin saja emas di masa mendatang akan kembali menjadi uang…. Tapi itu tidak berarti uang = emas, bukan begitu?)

Bagi para goldbug yang sering berpikir uang kertas hanyalah selembar kertas (sampah), ketahuilah bahwa sekalipun emas digunakan sebagai uang, dia juga sebenarnya sebuah barang komoditi yang nilainya (face value) telah dinaikkan cukup jauh sebelum bisa digunakan sebagai uang.

Jadi emas (atau perak) sebagai uang memiliki 2 macam harga: harga sebagai komoditi dan harga sebagai uang. Hal yang sama dengan kertas sebagai uang, dan angka digital elektronik sebagai uang.


Mengenai Pemerintah

Sebuah negara dibentuk untuk melindungi rakyat dari berbagai ancaman, dan sebuah pemerintahan dibentuk untuk melayani kepentingan publik yang mengangkatnya.

Tidak tahu siapa yang memulainya duluan, atau mungkin juga manusia memang memiliki insting untuk “melukai dan memakan” manusia yang lain, itulah asal-muasal ancaman, dan untuk itulah dibutuhkan negara.

(Atau jangan-jangan sejak awal pendiri negara memang adalah “otak” dari para pengancam? Atau berkolaborasi dengan para pengancam??)


Satu hal yang perlu Anda pahami sebagai manusia, “semua orang (& sistem) butuh makan,” demikian juga dengan institusi yang namanya pemerintah.

Pemerintah eksis untuk melayani publik, dan eksis untuk menyelesaikan masalah publik. Tetapi, tanpa masalah, sejumlah anggota pemerintah tidak akan eksis. Untuk itu, adalah untuk kepentingan mereka juga untuk ikut membantu menciptakan masalah. Atau apakah Anda benar-benar berharap mereka akan menuntaskan masalah hanya untuk kemudian dipecat oleh rakyatnya karena masalahnya sudah tidak ada?

Saya tidak bisa membuktikannya, tetapi saya sama sekali tidak akan heran kalau pemerintahan di berbagai negara memang ikut aktif membiayai keberadaan kelompok-kelompok yang akan menjadi “ancaman” terhadap rakyatnya. Istilah yang mungkin sering Anda dengar adalah government psy-ops.

Itu juga sebagian dari alasan mengapa pemerintah di manapun tampaknya tidak pernah benar-benar ingin menyelesaikan semua permasalahan secara tuntas, termasuk isu pengadaan uang.

Anyway, ini hanyalah sebuah kemungkinan, saya tidak bisa membuktikannya…

Memang rumit, di satu sisi kita berharap pemerintah akan melayani publik, tetapi di sisi lain justru pemerintah adalah institusi yang juga harus diwaspadai oleh kita. Saya bukan ahli ilmu tata negara, moga-moga ada orang di luar sana yang tahu bagaimana seharusnya manusia berkumpul dan melindungi kepentingan kelompok mereka.

Mengenai uang… Saya mengatakan pemerintah berhak untuk menciptakan uang, tetapi saya tidak mengatakan pemerintah boleh mencetak uang “membabi-buta” kawan.

Argumen para goldbug bahwa “fiat” money (uang kertas) bisa dicetak sesuka hati memang tidak salah, tetapi kalau itu permasalahannya, ya kita kontrol aja volume uang yang boleh dicetak negara. Ini seharusnya bukan mission impossible.

Percobaan untuk mengontrol ini selalu gagal (di masa lalu), setahu saya selalu karena intervensi dari para bankir swasta. Secara teoritis, harusnya yang kita tangani adalah keberadaan para bankir swasta itu, bukan sistem uang kertas itu sendiri.



Bagi saya, hal terpenting saat menganalisa saham adalah laba (earning) dari perusahaan. EPS (Earning Per Share) dan PER (Price Earning Ratio) adalah indikator yang pertama saya lihat.

Karena terbelit hutang, konsumen mengurangi belanja mereka. Karena mengurangi belanja, penjualan sejumlah besar perusahaan menurun. Pada saat yang bersamaan, hutang mereka masih berjalan, dan margin laba tidak bisa dinaikkan sesuka hati karena tidak ada yang mau beli.

Pada saat yang bersamaan, produk pencipta hutang terbesar, real estate, sudah tidak bisa diandalkan untuk menciptakan gelombang hutang berikut. Sesungguhnya, bubble real estate tahun-tahun terakhir ditiup untuk menunda runtuhnya kredit dunia. Bubble real estate bukanlah penyebab krisis, dia adalah akibat dari sistem yang kita anut. Tanpa bubble ini, "kemakmuran" yang dirasakan penduduk dunia tahun 2003-2007 tidak akan ada.


Buy It Baby.. Buy!!

Pendek kata, secara umum, earning power dari mayoritas perusahaan, termasuk yang go public sebenarnya sedang menurun.

Kalau orang-orang masih bersedia membeli saham di harga PER yang tinggi, ya silahkan saja. Membeli barang dengan harga mahal tidaklah melanggar hukum. Bukan karena sebuah keputusan tampaknya konyol, lantas itu tidak akan dilakukan.

Ada berbagai macam jenis manusia, hehe… Jadi apakah pasar saham akan naik atau turun memang tidak bisa saya pastikan. Sorry…

Beli di PER 120X? Hehe...

Nilai uang yang terlibat di pasar surat hutang sebenarnya lebih besar dari pasar saham. Pemerintah Amerika membutuhkan injeksi dana yang besar di pasar hutang mereka. Sebagian dari uang yang mereka butuhkan sebenarnya bisa diambil dari pasar saham. Tetapi dengan quantitative easing akhir-akhir ini, keharusan untuk menjatuhkan pasar saham sudah berkurang.

Semakin besar QE oleh pemerintah Amerika, semakin berkurang tekanan di pasar saham dan komoditi. Demikian juga sebaliknya. Tetapi semakin besar QE, semakin besar juga tekanan pada US Dolar.

Sistem perbankan Amerika membutuhkan kira-kira $5 trilyun kredit baru (naik secara eksponensial setiap tahun) untuk bertahan hidup (memberikan kepada Majikan apa yang mereka butuhkan agar mereka mau memberikan kepada publik apa yang publik butuhkan). Kalau memang benar rakyat mereka sudah sampai ke limit hutang mereka, maka QE terpaksa akan menjadi jurus terakhir untuk menemukan $5 trilyun ini.

Dan ingat, angka $5 trilyun ini akan meningkat seiring dengan waktu. Beberapa minggu lalu Federal Reserve mengumumkan akan memonetisasi $1 trilyun dolar untuk membeli hutang baru pemerintah Amerika, saya rasa hanya masalah waktu sebelum mereka mengumumkan untuk membeli $trilyun-trilyun dolar yang berikut. Tidak ada lagi alternatif yang lain.

Tadi sudah saya jelaskan, mencetak uang dan memberikan kepada A hanya supaya A membayarnya kembali tidaklah menguntungkan Majikan, ini tindakan yang sia-sia. Uang harus datang atas permintaan A dan dibayar oleh A dan kawan-kawan A kepada Majikan. Jadi suatu saat di bulan-bulan / maksimum beberapa tahun mendatang, QE pasti akan ditinggalkan.

Namun, US Dolar tidak akan ambruk selama dolar-system masih eksis. Tetapi begitu negara-negara lain bisa menemukan solusi atau setidaknya menggantikan sebagian pengaruh dari dolar Amerika, maka USD bisa jatuh sangat dalam.


Bagaimana Melikuidasi Liabilitas?

Di perusahaan, orang yang tidak menghasilkan profit akan dipecat. Setelah dipecat, orang itu mau pergi kemana, ya terserah orang itu sendiri. Yang pasti perusahaan tidak akan menghidupi dia lagi.

Di dunia, kalau Anda bayangkan keseluruhan populasi sebagai bagian dari sebuah perusahaan, tidak begitu. Sebab orang yang tidak menghasilkan profit (liabilitas) juga harus makan dan memiliki berbagai kebutuhan lain yang harus dipenuhi.

Saya bukan insider, saya tidak tahu apa yang sedang direncanakan. Sekadar spekulasi, berikut beberapa contoh likuidasi liabilitas:
- Penyebaran virus baru
- Perang
- Peracunaan massal lewat bahan pangan ataupun lewat vaksin & obat-obatan.
- Bencana alam” buatan
- Pengurangan suplai berbagai bahan baku kebutuhan pokok, kelaparan massal sampai mati.
- dll…

Cerita tentang rencana depopulasi dunia yang Anda baca di website-website konspirasi saya rasa tidak dilakukan karena ada maksud satanic tertentu, tetapi karena sejumlah manusia memang telah berubah dari aset menjadi liabilitas bagi sang Majikan dalam debt based money system.

Cerita adalah cerita, dan tidak harus terjadi. Hal-hal buruk yang saya tulis di sini belum tentu akan menjadi kenyataan, tergantung apa yang dilakukan manusia saat ini.

Manusia benar-benar harus menyingkirkan sistem pengadaan uang seperti yang sedang kita lakukan, ini demi kelangsungan hidup kita sendiri, dan harus dilakukan secepat mungkin.

Sebarkanlah informasi ini kawan. Anda tidak akan pernah tahu siapa yang akan menjadi korban berikut.

It could be YOU.