Sabtu, 07 Januari 2012

Sabtu, 11 Juni 2011

Likuidasi 3/11

Sudah 3 bulan sejak bencana 3/11 terjadi. Bagi Anda yang mengikuti perkembangan radiasi nuklir Fukushima, Anda sudah tahu bahwa sama sekali tidak ada perkembangan positif dari bencana itu. Silahkan cari tahu informasi sebanyak yang Anda bisa mengenai radiasi. Ini serius!

Peak credit akan diikuti dengan likuidasi liabilitas. One way or another, pemilik sistem harus melikuidasi orang-orang yang tidak bisa berkontribusi dalam debt based money system.

Saat ini Jepang dan berbagai negara di belahan Utara bumi sudah terkontaminasi berbagai racun radiaktif, cepat atau lambat akan merambat ke dekat Katulistiwa. Ratusan juta orang akan menjadi korban. Tentu, ada yang terasa lebih cepat (tahun depan) ada juga yang baru akan terasa bertahun-tahun mendatang.

Berdoalah...

Sabtu, 26 Februari 2011

Sebuah Opini Tentang Keberadaan

Sudah lama saya tidak memposting di blog ini. Hari ini, saya tidak akan membahas topik debt based money seperti yang biasa saya tulis di sini.

Artikel hari ini adalah sebuah filsafat kecil tentang alam semesta. Tentu, saya ini bukan siapa-siapa, jadi tulisan ini hanyalah opini pribadi saja, berdasarkan pengalaman hidup saya.

Pertanyaan awal, darimana datangnya dunia?

“Dugaan pertama, dunia ini tidak ada awal, dia selalu ada.”

Tidak ada yang menciptakan dunia, maka pertanyaaan darimana datangnya dunia adalah irelevan.


“Dugaan kedua, dunia ini memiliki awal.”

Kalau ada awal, maka ada yang menciptakannya, atau ada kejadian yang membuat dunia ini ada. Dari ketidaaan menjadi keberadaan.


Mana yang lebih mungkin? Dunia (& waktu) yang tidak memiliki awal atau dunia (& waktu) yang memiliki awal?

Bagi saya, dua-duanya absurd, sama-sama tidak bisa dinalarkan.
• Bagaimana mungkin sesuatu bisa selalu ada dan tanpa ada awal?
• Sebaliknya, bagaimana mungkin KETIADAAN bisa mendadak berubah menjadi KEBERADAAN? Tanpa bahan baku, darimana datangnya material untuk menciptakan keberadaan dimensi fisik?

Anyway, kalau harus memilih salah satu, sampai saat ini, saya lebih mempercayai dugaan pertama. Dunia ini selalu ada. Lebih gampang untuk membayangkan skenario pertama dibandingkan membayangkan bagaimana ketiadaan bisa berubah menjadi keberadaan.

Lantas apakah ada Tuhan?

Menurut saya, dunia ini selalu ada, DUNIA INI (ALAM SEMESTA) ADALAH TUHAN. Segala sesuatu mengandung ke-Tuhan-an di dalamnya.

Di sekolah, buku-buku pelajaran mengelompokkan alam kita menjadi makluk hidup dan makluk tidak hidup. Dulunya, saya percaya 100%. Beberapa tahun terakhir, saya tidak berpikir demikian.

Seperti yang saya katakan barusan, segala sesuatu adalah (bagian dari) Tuhan. Segalanya “hidup.” Ada makluk yang memiliki kesadaran tinggi, ada makluk yang memiliki kesadaran lebih rendah.


Di internal masing-masing kelompok, masing-masing individu atau organisme juga memiliki tingkat kesadaran yang berbeda-beda. Yang pasti, semuanya terhubung bersama dalam satu kesatuan, tanpa mereka sadari.


Bagaimana antar individu / organisme terhubung? Ya, untuk itu mungkin Anda perlu sedikit percaya hal-hal yang tidak kasat mata. Bukan karena mata kita tidak bisa melihatnya, lantas dia tidak ada.



Semua makluk bisa kembali ke “asal”nya, semuanya memiliki medan energi yang lebih halus yang terhubung ke level yang lebih tinggi.

Ibarat begini, ibu jari yang sedang menatap jari manis atau jari telunjuk, kadang mereka berteman, kadang mereka bermusuhan.. Hehe.. Mereka tidak sadar kalau mereka terhubung bersama di level yang lebih tinggi yang disebut tangan.


Teman-teman saya dari kelompok tertentu sering menyarankan saya untuk tidak memakan daging dan melukai makluk. Saya rasa secara sadar atau tidak kami memang sepaham dalam filsafat tertentu.

Ada jarak (kesadaran) yang jauh antara makluk pada umumnya dengan Roh Alam Semesta. Semakin kotor dan terikat emosi sebuah makluk, semakin jauh dia dari Roh Alam Semesta.


Tujuan orang yang sering berdoa, ataupun orang yang tidak memakan daging mungkin ada hubungannya dengan keinginan mereka untuk mem”bersih”kan level energi dan meningkatkan level kesadaran mereka.

Hewan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi dibanding tumbuhan, itulah sebabnya pemakan daging harus berlatih lebih lama untuk membersihkan tubuh mereka dibanding para vegetarian. Tetapi, bahkan tumbuhan pun memiliki kesadaran, jadi menjadi vegetarian saja tidak berarti jiwa dan roh seseorang siap untuk kembali ke Roh Alam Semesta. Mereka pun tetap harus terus mem”bersih”kan diri.

Note:
Saya bukan vegetarian, saya tidak siap. Hehe..


Mengapa orang-orang dari agama tertentu selalu berdoa sebelum makan? Ya, itu kebiasaan yang baik. Berterimakasih kepada Tuhan dan berterima kasih kepada apa yang mereka makan. Nasi, sayur, dan air, mereka pun bisa mendengarkan dan merasakan doa Anda! Anda berterimakasih kepada mereka, mereka pun akan tersenyum kepada Anda.

Ada sebuah penelitian yang menarik tentang air dari Dr. Masaru Emoto beberapa tahun lalu, mungkin menarik untuk Anda baca (water crystal). Air, menurut penelitian beliau, memang bisa merespon pikiran kita kepada mereka.

Mungkin Anda berpikir semuanya ini bullshit. Anyway, sambil hidup sambil belajar, memang begitulah cara manusia berkembang. Mungkin saya akan berubah pikiran di masa mendatang. Yang pasti, apa yang saya tulis di sini memang adalah apa yang saya percayai saat ini.

Apa tujuan saya menuliskan semuanya ini?

Ya, pesan saya sederhana saja, semua makluk dan benda adalah terhubung bersama, semuanya adalah (bagian dari) Tuhan. Jadi, perlakukanlah orang dan barang di sekitarmu dengan baik. Energi apa yang Anda berikan ke mereka, energi yang sama juga akan kembali lagi ke Anda.

Be good to them. Love them with your whole heart.
Semoga Anda akan sehat dan sukses selalu.

Kamis, 30 September 2010

The Impossible Trend

Suku bunga hutang pemerintahan Amerika terus menurun...


Nilai tukar dolar Amerika terus menurun...


What can not last long will not last long. 

Salah satu trend harus berbalik arah. Yang mana?

Selasa, 07 September 2010

You Are Either With Me, Or Against Me

Sebuah selingan sebelum kita melanjutkan topik debt based money… Berikut adalah cuplikan pidato pada upacara wisuda di Coxsackie-Athens High School di New York baru-baru ini. Disampaikan oleh wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun ini, Erica Goldson

Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.

Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.

Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan.......”

Walaupun kebanyakan orang tidak tahu seperti apa rasanya menjadi lulusan terbaik, tetapi saya rasa hampir setiap orang yang pernah sekolah sedikit banyak bisa memahami apa yang sedang dirasakan oleh “lulusan terbaik” ini.

Kalau Anda renungkan, sekarang setelah tidak lagi perlu membaca buku pelajaran sekolah, apa yang Anda rasakan tentang institusi yang dinamakan sekolah dan universitas? Apa yang sebenarnya telah Anda pelajari selama di sana? Karakter-karakter umum apa yang dimiliki oleh mayoritas penduduk, setelah belasan tahun di-training di dalam institusi itu?

Entah bagaimana menjawabnya. Yang pasti, salah satu persamaan umum di antara mereka mungkin adalah kemampuan dan insting untuk mengikuti instruksi…

Lakukan apa yang disuruh.
Percayai apa yang diajarkan.

Jangan menyimpang dari text book.


Tentu, segala sesuatu memiliki dua sisi. Membina sebuah generasi menjadi orang yang patuh mengikuti sistem ada baiknya (bagi orang-orang tertentu), dan ada juga sisi tidak baiknya (bagi orang-orang yang lain).

Anyway, ini hanya selingan untuk Anda renungkan, hari ini kita tidak akan membahas terlalu jauh tentang sekolah & universitas. Tetapi sebelumnya, sebuah pertanyaan untuk Anda, pernahkah Anda pikirkan mengapa selama belasan tahun orang di sekolah sampai menjadi the so called sarjana, mayoritas orang tidak pernah diajarkan tentang mekanika penciptaan uang?

Dalam pelajaran ekonomi di mayoritas sekolah, yang mereka bahas adalah bagaimana menangani berbagai akibat dari masalah, atau bagaimana bekerja dan menjadi budak yang lebih efisien, bukannya membahas penyebab dari masalah (debt based money system).

Ok, hari ini kita lihat-lihat kembali hal-hal mendasar dari debt based money system dan efeknya di sebuah populasi. Tetapi, pertama-tama, Anda harus paham dahulu darimana sistem kredit ini bermula...

Imajinasikan ini:
Katakanlah total emas di Republik Balon adalah 1000 keping. Rokiburger, yang memiliki modal 100 keping emas, memutuskan untuk menjadi pedagang uang dengan menagih 20% atas pinjamannya ke masyarakat setiap tahun. Dan laju pertambahan emas dari pertambangan sang Raja kurang lebih adalah 2,5% setiap tahunnya.

Sekarang mari kita lihat simulasinya. Tentu saja, angka-angka dan rentang waktu di bawah ini agak disederhanakan, tetapi tidak mengubah gambaran besarnya:



Uang berbeda dengan komoditas yang lain. Tidak ada pedagang komoditas manapun yang mungkin mengisap habis semua uang yang ada di sebuah populasi, karena barang dagangan mereka hanyalah sebagian dari kebutuhan populasi itu. Tetapi tidak demikian dengan pedagang uang. Uang adalah kebutuhan setiap orang di seluruh populasi. Bisnis pengadaan uang bisa memasuki lingkup hidup setiap individu di dalam populasi itu.

Sekarang coba lihat angka-angka di atas. Hanya dalam waktu 15 tahun, Pedagang uang akan mengumpulkan semua uang di dalam sistem. Itupun dengan asumsi hanya ada 1 pedagang uang. Di tahun ke-15, uang yang diperlukan di dalam sistem adalah 1541 keping emas, tetapi yang tersedia hanya 1448 keping emas.

Anda paham?

Sistem suplai uang di Republik Balon akan collapse kalau tidak ditemukan alternatif uang yang lain. Pada dasarnya, inilah inti sejarah jatuh-bangun finansial dari semua peradaban dan kekaisaran yang pernah dan akan ada, selain suplai energi yang sanggup mereka kumpulkan (bahan pangan, kayu, batubara, minyak dll).

Jadi apa solusi yang kemudian diciptakan Rokiburger di tahun ke-15? Ya, Anda sudah membaca puluhan kali, berkat kemajuan teknologi, suplai emas fisik yang kurang tidak lagi menjadi masalah untuk dijadikan alasan robohnya sistem megaprofit dia. Paper money (kredit), yang katanya dibacking oleh emas di ruang besinya, akan menggantikan emas fisik di peredaran. Dan beberapa generasi kemudian, setelah semua orang sudah terbiasa dengan paper money, tidak ada lagi orang yang benar-benar peduli berapa sebenarnya jumlah emas yang ada di lemari rahasianya.

Yang berkuasa mengatakan inilah uang, maka inilah uang. You are either with him, or against him. Sama seperti saat Raja terdahulu mengatakan kepada populasi bahwa emasnya adalah uang. You are either with him, or against him.

Mulai tahun ke-15, suplai uang akan diedarkan lewat sistem kredit, bunga yang didapat akan diputar kembali oleh Rokiburger untuk dipinjamkan kembali ke populasi. Yang diperlukan untuk mendominasi suplai uang sebuah populasi, sekalipun kepada mereka yang menggunakan the so called “uang sejati” adalah penagihan bunga pinjaman di atas tingkat pertumbuhan suplai uang mereka. Dengan berlalunya waktu, kekuatan bunga-berbunga akan mengalahkan “kesejatian” apapun.

(Di masa sebelum ditemukannya uang kertas, uang logam (emas atau perak) bisa dikurangi porsinya dengan digantikan oleh logam lain yang lebih murah. Dan kalau sudah tidak bisa lagi didevaluasi dengan logam lain yang lebih murah, peradaban populasi itu akan mulai collapse. Setahap demi setahap, kerajaan / kekaisaran mereka akan mengalami kemunduran. Dan setelah cukup banyak money slave terlikuidasi dalam proses kemunduran itu, sisa populasi yang masih bertahan hidup akan melanjutkan siklus berikut dan penciptaan peradaban yang baru. Yin followed by Yang. Yang followed by Yin. Siklus demi siklus…)


Apa perbedaan kredit Rokiburger dengan emas sang Raja? Hehe, bukan material yang saya maksudkan kawan. Emas di era Raja terdahulu diedarkan langsung oleh kerajaan tanpa proses penerbitan surat hutang, jadi uang itu muncul bukan sebagai hutang siapapun. Sedangkan kredit bank Rokiburger, uang itu muncul setelah proses pengajuan hutang seseorang kepada banknya.

Emas Vs Kertas? Bagaimana kalau seorang Raja mengedarkan uang sendiri dalam bentuk uang kertas? Ya, kalau demikian maka uang kertas bukan lagi surat hutang. Sebaliknya, bagaimana kalau bank Rokiburger mengedarkan kredit dalam bentuk emas? Ya, emas akan menjadi instrumen hutang.

Bagaimana uang diedarkan ke publik, perhatikan prosesnya, bukan material darimana uang itu dibuat. Sentimen negatif orang-orang tertentu kepada uang kertas, ataupun respek berlebihan orang-orang tertentu terhadap emas, terbentuk (atau dibentuk?) atas ketidaktahuan mereka mengenai bagaimana uang diciptakan dan diedarkan ke tangan publik.

Bagaimana caranya Rokiburger memastikan Raja tidak akan mengambil hak penciptaan kredit darinya? Ya, ini pertanyaan yang rumit, ada seribu jalan ke Roma… Coba posisikan Anda di pihak Rokiburger, apa yang akan Anda lakukan?

Pertama dan utama, sistem kerajaan perlu diubah. Bukan gagasan yang baik memiliki sebuah monarki yang berkuasa di depan Anda. Sistem tata negara perlu dimodifikasi. Gagasan pertama adalah kalau Rokiburgerlah yang menjadi Raja, tetapi ini akan sangat beresiko, kalau publik mengetahui apa yang dia lakukan, mereka akan menggulingkannya. Pilihan yang paling baik adalah ciptakan ilusi kalau publiklah yang berkuasa, padahal hal-hal penting apapun tidak berada dalam kendali mereka. Administrasi negara sebaiknya dijalankan oleh orang-orang pilihan Rokiburger (pion) yang seolah-olah dipilih oleh publik.

Raja harus digulingkan dengan cara apapun juga. Dan kalau sebuah kerajaan tidak bisa dihancurkan dari luar, maka harus dipikirkan bagaimana dia bisa dihancurkan dari dalam. (Manual terbaik dari teknik penggulingan dan manipulasi publik mungkin adalah protocol of zion, cobalah membacanya).

(Omong-omong, pernahkah Anda mendengar kalau "negara" Amerika adalah sebuah korporasi? Coba cari The Act of 1871. Saya penasaran apakah ada negara-negara lain yang juga demikian)

Setelah berhasil, saatnya mencari pion. Siapa pion-pion itu? Ya, pertama-tama, pion adalah orang-orang populer yang disukai publik. Tidak perlu pintar, atau lebih tepatnya sebaiknya jangan terlalu pintar, korup, dan kalau bisa memiliki beberapa sisi gelap dan kebiasaan buruk yang bisa dijadikan sebagai alasan pemerasan. Itu sifat-sifat yang terbaik.

Dari rakyat… Oleh rakyat… Untuk rakyat…
Suara rakyat, suara Tuhan…

Secara periodik penduduk akan memilih politisi idaman mereka, yang mayoritas memiliki ciri khas yang mirip, yang mewarisi sifat-sifat “terbaik” di atas. Uang kampanye dan pemilu akan datang darimana? Sebagian akan datang dari pajak, sebagian lagi bisa datang dari permintaan calon politisi yang meminta langsung ke lapangan. The sheeple are financing their own demise. Hehe…

Rokiburger dan ratusan grup-grup afiliasinya sendiri, mereka juga akan menyediakan dana kampanye kepada berbagai partai dan politisi level atas. Jadi, siapapun yang memenangkan pemilu, kepentingan grup mereka akan tetap terwakili.

The Top don’t speculate. They only win.

Sekali-kali memang ada politisi yang jujur. Tetapi, jumlah mereka tidaklah besar. Bagaimanapun, orang jujur jarang yang suka berpolitik. Ini realita. Politik adalah arena yang membutuhkan kesabaran ekstra panjang, intrik dan kemunafikan di dalamnya sangatlah memuakkan bagi orang-orang yang ingin hidup dalam kesederhanaan.

Jadi, pion administrasi yang disebut pemerintah pun terpilih silih berganti. Siapapun boleh berjuang menjadi presiden, siapun boleh berjuang menjadi pejabat negara. Yang penting, hal yang paling mendasar -sistem penciptaan uang-, tidak diganggu-gugat.

Setelah ratusan tahun, setelah sistem “demokrasi” tersebar di seluruh dunia, dan saat tidak ada lagi negara baru yang perlu ditaklukkan, apa yang perlu dilakukan grup Rokiburger hanyalah pemantapan dan penyempurnaan sistem.

Bagaimana kalau orang-orang tertentu melawan? Well, maka orang-orang tidak beradab itu adalah “teroris.” Rokiburger akan memerintahkan beberapa pion yang lain untuk “menegakkan demokrasi” dan menghabisi mereka.

Hanya ada satu hal yang akan menghentikan sistem uang kredit Rokiburger ini bekerja, yaitu saat populasi tidak sanggup lagi mengajukan pinjaman dan meminta bank Rokiburger memproduksi uang lebih daripada yang mereka bayarkan.

Melanjutkan Money Supply 101…

Sebelum melihat hutang rakyat negeri Balon, kita lihat dulu tahap 1 dari proses kreasi uang mereka, Hutang Pemerintah.

Misalnya Republik Balon menerbitkan surat hutang 100 milyar, didanai oleh kredit yang diciptakan bank sentral mereka. Asumsikan bunga atas surat hutang ini 8% untuk 10 tahun, maka total pembayaran adalah 145,6 milyar rupis. Darimana 145,6 milyar rupis untuk membayar surat hutang ini akan berasal?

Jawab:
1. Pajak
2. Surat hutang tambahan
3. Tak perlu dilunasi, saat jatuh tempo, 100M ini di-rolling saja oleh bank sentral. Yang penting ditemukan 45,6 milyar untuk membayar bunga.

Coba Anda tanyakan bahkan kepada anak SD, masuk akalkah proses ini? Mengapa menarik pajak kepada populasi untuk membayar bunga hutang ini, apalagi menarik pajak untuk melunasi seluruh hutang ini, kalau uang ini diciptakan dengan niat awal untuk dijadikan sebagai suplai uang rakyat negeri Balon?

Mengapa tidak sejak awal dicetak saja 100 milyar sebagai uang dan tidak perlu membayar bunga darinya, dan tidak perlu juga ada masa jatuh tempo atas uang ini?

Perhatikan kosakata ini:
Uang Vs Kredit

Kredit berfungsi sebagai uang, tetapi dia bukan uang. Kredit perbankan adalah medium transaksi yang diberikan kreditur kepada debitur, dengan masa jatuh tempo dan bunga tertentu. Saat kredit dilunasi, medium transaksi ini pun menghilang di dalam sistem. Yang tersisa hanyalah bunga kontrak kredit yang akan menjadi modal sang kreditur.

Bila sebuah negara bisa menerbitkan surat hutang, maka dia juga bisa menerbitkan mata uang. Elemen yang membuat sebuah surat hutang baik, juga akan membuat mata uangnya baik… Benar-benar gila mengatakan sebuah negara bisa menerbitkan 30 juta dolar surat hutang tetapi tidak boleh menerbitkan 30 juta dolar mata uang. Dua-duanya adalah janji untuk membayar, tetapi yang satu menguntungkan si pemberi riba, satunya lagi menguntungkan rakyat banyak.”
-Thomas Alfa Edison-

Hal yang paling sulit dimengerti di dunia adalah pajak penghasilan.”
-Albert Einstein-

Ok, itu untuk tahap 1. Sekarang kita lihat lebih lanjut tentang kolam suplai uang (kredit) yang dilakukan oleh penduduk Republik Balon.

Misalkan pada suatu waktu, suplai kredit mereka sampai di posisi seperti ini:
Hutang pemerintah : 5 trilyun
Total kredit populasi : 20 trilyun

Dan setelah melewati beberapa generasi, tanda-tandanya populasi mereka sudah mencapai peak credit dan akan memasuki proses deflasi (20 trilyun itu akan mulai menyusut).

Rata-rata bunga hutang pemerintah setiap tahun misalnya adalah 8% x 5T = 400 milyar. Artinya, pemerintah harus menarik pajak sebesar 400 milyar + anggaran untuk membayar biaya operasional pegawai dan perusahaan pemerintah, misalnya saja total 2T setiap tahun.

Lalu bagaimana dengan hutang konsumen di bank komersial? Sebelumnya Anda harus ingat lagi satu kalimat paling penting di artikel sebelumnya:

“Kredit, yang muncul dari udara kosong, (saat dikembalikan) akan kembali ke udara kosong”

Saat pembayaran cicilan hutang, hutang pokok akan menghilang di dalam sistem, yang tersisa di pembukuan hanyalah bunga yang statusnya sudah menjadi modal bank.

Mari kita sedikit bersimulasi lagi… Kita lihat sebuah hal menarik mengenai suku bunga dalam sistem ini:

Misalnya rata-rata kredit pada 20T ini adalah berupa pinjaman 10 tahun dengan bunga 20%, maka di akhir tahun ke 10, total pembayaran adalah 46,38T. 20T akan back to thin air, sisa 26,38T sebagai sisa suplai uang yang sekarang adalah modal ditahan bank. Pertumbuhan suplai uang adalah 26,38 / 20 = 31,9%

Misalnya rata-rata kredit pada 20T ini adalah berupa pinjaman 10 tahun dengan bunga 16%, maka di akhir tahun ke 10, total pembayaran adalah 40T. 20T akan back to thin air, sisa 20T sebagai sisa suplai uang yang sekarang adalah modal ditahan bank. Pertumbuhan suplai uang adalah 0 / 20 = 0%

Misalnya rata-rata kredit pada 20T ini adalah berupa pinjaman 10 tahun dengan bunga 10%, maka di akhir tahun ke 10, total pembayaran adalah 31,7T. 20T akan back to thin air, sisa 11,7T sebagai sisa suplai uang yang sekarang adalah modal ditahan bank. Pertumbuhan suplai uang adalah -8,3 / 20 = -41,5%

Untuk mencegah penurunan suplai uang, populasi harus mengajukan kredit baru. Semakin kecil suku bunga, semakin besar volume kredit baru yang harus diajukan populasi untuk mencegah penurunan itu.

Mengapa volume kredit harus membentuk kurva parabolik di negara manapun juga? Karena hanya itulah satu-satunya cara untuk mempertahankan suplai uang sambil membayar bunga yang diperlukan sistem.

Pada dasarnya Anda bisa kiss good-bye dengan angin surga semacam reservasi lingkungan atau gaya hidup konservatif (tidak banyak berhutang) lainnya. Menghadapi bunga atas medium transaksi adalah sebuah masalah, menghadapi bunga-berbunga (compounding interest) akan melipatgandakan masalah.

Jauh sebelum sebuah populasi selesai membayar kredit mereka, anggota-anggota populasi di dalamnya harus segera mengajukan kredit baru, dalam hal ini aktifitas apapun dari mereka secara langsung atau tidak langsung akan berhubungan dengan eksploitasi lingkungan.

Sebuah catatan lain tentang suku bunga… Suku bunga dalam sistem yang normal sebenarnya ditentukan oleh volume hutang populasi tersebut. Semakin lama interest debt based money berjalan, semakin berkurang daya berhutang mereka. Di luar mini boom & bust setiap beberapa tahun, Anda bisa perhatikan, sebenarnya suku bunga jangka panjang di negara yang ekonominya sudah mapan akan cenderung menurun, membentuk lower high dan lower low. Pasarlah yang lebih dominan membentuk suku bunga, bukan the so called rapat bank sentral.







Mengapa cenderung menurun? Karena peak credit yang semakin lama semakin dekat. Daya berhutang para budak semakin lama semakin mendekati limit maksimum mereka. Mereka tidak lagi pergi ke bank komersial dan meminta lebih dari yang mereka bayarkan. Semakin lama waktu berlalu, semakin mereka tidak sanggup membayar dengan tingkat bunga sebelumnya. Generasi yang satu selalu sedikit lebih miskin dibanding generasi sebelumnya.


You can’t have your cake & eat it too...

Anda tidak bisa menyimpan sebuah kue sambil memakannya… Jadi salah satu pilihan harus mengalah. Antara Anda terus mengeksploitasi lingkungan dengan kecepatan eksponensial atau Anda berhenti mengeksploitasi lingkungan dengan kecepatan eksponensial.

Kalau pilihan pertama yang dipilih, maka interest debt based money harus terus dilanjutkan. Kalau pilihan kedua yang dipilih, maka majikan tidak bisa lagi mengambil lebih dari yang mereka dapatkan.

Tetapi apa fondasi debt based money system?

Majikan akan memberikan apapun yang budak inginkan (uang), selama budak memberikan apa yang majikan inginkan.(profit / bunga atas uang). Bila budak tidak bisa memberikan apa yang majikan inginkan, tidak ada alasan majikan memberikan kepada budak apa yang budak inginkan.

Jadi jangan bertaruh untuk pilihan kedua. Setidaknya dalam jangka panjang. Saat bunga sudah turun mencapai limit rendahnya, dan volume kredit yang diperlukan sistem tidak kunjung datang, cepat atau lambat Majikan harus melikuidasi budak tak berguna mereka.

Bukankah Jepang sudah lama menerapkan suku bunga dekat 0% dan negara itu belum collapse? Jawabannya adalah karena mereka masih bisa mengimpor inflasi dengan mengekspor ke konsumen seluruh dunia (terutama Amerika). Tapi bagaimana kalau konsumen USA juga collapse? Hm…

Kembali ke populasi tadi, katakanlah konsumen mereka telah mencapai peak credit. Nilai credit market turun dari 20T menjadi 18T setahun berikutnya.



Konsumen tidak bisa lagi diandalkan untuk meniup balon hutang di dalam sistem, jadi sekarang kita harus mengandalkan pemerintah. Hehe… Tapi ingat ini, apapun yang pemerintah lakukan, ujung-ujungnya harus dibayar lewat pajak, karena uang yang mereka himpun adalah lewat surat hutang. Hutang harus dibayar!

Rencananya adalah menyuruh pemerintah berhutang lebih banyak. Asumsinya pemerintah lebih jago dibanding pihak swasta dalam mengelola uang. Dan setelah uang itu terkumpul, somehow belanja pemerintah itu bisa menggerakkan kembali roda perekonomian, dan balon hutang mereka bisa kembali naik. Misalkan pemerintah menambah surat hutang 1T (yang beli biasanya adalah dana dari publik, dan kalau tidak berhasil maka bisa dicoba monetisasi dari bank sentral).


Apakah cara ini akan berhasil atau tidak, satu hal yang pasti, sekarang pemerintah perlu menarik pajak untuk membayar hutang 6T nya, bukan lagi 5T.

Dan jangan lupa yang tadi, semakin besar volume hutang di dalam sistem, semakin banyak aktifitas ekonomi yang harus dilakukan untuk membayar ongkos sewa uang di dalam sistem, alias semakin besar ekploitasi lingkungan yang harus terjadi.

Apapun cara yang akhirnya dipakai, Anda perlu memahami ini... Pemerintah bukan sinterklas, mereka tidak akan melempar uang dari langit… Ada mekanisme di mana uang didistribusikan di dalam debt based money system.

Kita tahu pemerintah bisa membangun proyek infrastruktrur, kita juga tahu pemerintah memiliki sebuah pasukan besar yang dinamakan pegawai negeri, polisi, atau tentara. That’s it, merekalah yang akan mendapatkan uang hasil penjualan surat hutang baru itu.

Anda tidak berpikir bahwa deflasi suplai uang di seluruh populasi bisa dilawan dengan memberikan uang kepada kontraktor pemerintah dan pegawai negeri saja, bukan begitu?

Untuk meniup kembali balon fractional reserve banking, populasi itu harus memiliki kapasitas dan keinginan untuk meminjam (mengajukan kredit baru). Tetapi peak credit yang dialami populasi itu hanya sedikit terbantu oleh uang yang diterima oleh pasukan pemerintah yang tadi.

Jadi, apa langkah lainnya?

Yang paling mungkin adalah manipulasi social mood. Dalam kondisi apapun juga, pemerintah, beserta media yang ada, harus melaporkan proyeksi masa depan yang cemerlang, atau setidaknya lebih baik daripada yang mereka tahu. Yang ada adalah kosakata inflation expectation, tidak ada kosakata deflation expectation.

Ketika orang khawatir akan inflasi, mereka akan membelanjakan uang mereka (menukar uang dengan barang), dan dengan demikian aktifitas ekonomi akan lebih hidup (mencegah deflasi). Dalam batas-batas yang mungkin dilakukan, pemerintah dan bank-bank dealernya juga harus berusaha agar index saham, harga komoditi, dan harga perumahan tidak jatuh ke level yang membuat orang panik.

Bagaimana kalau semua usaha reflasi ini akhirnya gagal? Ya, berarti harus ada cara lain agar lebih banyak uang bisa diinjeksi ke populasi. Apa jalur paling efektif untuk melakukan itu?

Cara paling cepat adalah mengambil alih perbankan. Bagaimanapun perbankan memang ditakdirkan untuk bangkrut di era deflasi. Di saat simpton deflasi bekerja, banyak aset perbankan yang akan mengalami penurunan nilai. Dengan besarnya rasio fractional reserve banking yang mereka terapkan, modal perbankan dalam sekejap bisa terhapus. Mereka memang harus dinyatakan bangkrut atau diambil alih institusi lain.

Tiga gelombang debt based money system:
1. Inflasi dan turunnya nilai tabungan
2. Deflasi dan turunnya nilai ekuitas
3. Kebangkrutan massal dan konsolidasi kekuasaan

Dengan menyuntik modal baru ke perbankan, bank tidak perlu ditutup (tentunya bank-bank yang paling penting bagi grup Rokiburger, bank-bank skala kecil-menengah silahkan ditutup). Mereka bisa menunggu proses deflasi berakhir dan kemudian berharap siklus inflasi yang berikut bisa dimulai. Pertanyaan di tahap itu adalah apakah pemerintahan itu benar-benar sanggup menerbitkan surat hutang yang diperlukan sebagai modal untuk disuntikkan ke perbankan.

Masalah berikut, sekali lagi, pemerintah bukanlah sinterklas… Pemerintah bisa menyelamatkan perbankan dengan menginjeksi modal ke dalamnya, tetapi bagaimana dengan perusahaan swasta lainnya? Namanya juga peak credit, perusahaan-perusahaan swasta itu tetap saja tidak sanggup mengajukan kredit baru. Apakah pemerintah juga harus menyuntik modal ke perusahaan itu? Mengambil alih dan menjadi pemegang saham di dalamnya?

Kalau jawabannya adalah ya, maka pemerintah akan menjadi bos perusahaan mobil, asuransi, restoran, pabrik pakaian, perumahan, pertanian, perkebunan, dan manufaktur lainnya. Karl Max pasti terharu di liang kuburnya... Hehe…

Pendirian sebuah bank sentral adalah 90% dari usaha mengkomuniskan sebuah negara.”
-Vladimir Lenin-

Anyway, isme-isme tidaklah penting, mau disebut komunisme, sosialisme, kapitalisme, atau apapun. Tidak masalah perusahaan pribadi Rokiburger yang memegang kepemilikan, ataupun pemerintah, selama pemerintah hanya berfungsi sebagai sebuah lembaga administratif sistem. Pekerjaan politisi adalah memantapkan dan memelihara status quo, debt based money system. Saat masa jabatan pion selesai, poops… mereka bisa digantikan oleh pion-pion yang lain.

Next, mungkin orang akan bertanya, kelihatannya penambahan atau pengurangan suplai uang di dalam sistem berjalan secara relatif lambat. Lantas darimana datangnya kisah hiperinflasi seperti yang terjadi di Weimar atau Zimbabwe?

Harga barang kalau naik dari 100 menjadi 150 atau 200 masih bisa dibayangkan, tetapi bagaimana caranya harga naik dari 100 menjadi 1 juta? Mungkinkah pemerintahan mereka sedemikian dungunya mencetak 1.000T atau 10.000T di dalam ekonomi yang skalanya hanya 20T?

Negeri manapun tidak akan mengalami hiperinflasi ala Weimar kalau uang mereka tetap beredar di negara mereka sendiri (tidak ada defisit perdagangan yang akut), atau kalau mereka tidak memiliki hutang dalam mata uang yang tidak bisa mereka cetak sendiri. Pemerintahan negeri balon tidak mungkin menerbitkan surat hutang 1.000T, 10.000T, apalagi 100.000T rupis tanpa alasan di dalam ekonomi yang hanya berskala 20T. Sesederhana itu.

Tetapi begitu mereka berhenti menjadi masyarakat yang produktif (mampu membiayai impor dengan mengekspor barang / jasa yang memiliki nilai setara), atau mereka terjerat dalam hutang mata uang yang tidak bisa mereka kontrol, ceritanya akan berbeda.

Pinjam X bayar X, plus bunga X.
Pinjam Y bayar Y, plus bunga Y
Pinjam Z bayar Z, plus bunga Z

Kalau sebuah negara meminjam X, tetapi saat jatuh tempo tidak punya cukup X untuk membayar (X + bunga X), apa yang akan mereka lakukan?

Pertama, secepatnya memproduksi barang atau jasa dan jual ke negara X, atau jual ke negara lain yang memiliki mata uang X. Dalam kasus di mana langkah ini tidak bisa dilakukan, maka terpaksa melakukan langkah kedua, pinjam uang (hutang), gali lubang tutup lubang. Dan kalau masih tidak bisa, maka lakukan langkah terakhir, print money.

Pendudukmu mau impor minyak tetapi tidak punya uang? Ya, cetaklah surat hutang dan biarkan bank sentralmu membelinya. Serahkan uang itu kepada juragan minyak. Tetapi, mereka tidak butuh rupis. Jadi, tawarkan suku bunga rupis yang lebih tinggi agar mereka tertarik. Oo… Tetapi minyak akan habis bulan depan. Tenang.. Berikan saja rupis-rupis baru ke mereka. Tetapi, mereka tidak butuh rupis. Jadi, tawarkan lagi suku bunga yang lebih tinggi lagi agar mereka kembali tertarik. Tetapi minyak akan habis lagi bulan depan. Tenang.. Berikan lagi rupis-rupis baru ke mereka. Tetapi mereka tidak perlu rupis. Jadi, naikkan lagi suku bunga rupis agar mereka kembali tertarik lagi…

Booms… Lakukan cukup lama, & you are finished.

Ini bukan lagi masalah inflasi-deflasi yang dihasilkan oleh konsumen di pasar kredit internal mereka. Uang terus mengalir ke luar dan tidak kembali lagi ke populasi itu. Mereka boleh memilih deflasi dan kelaparan atau memilih hiperinflasi dan menunda sebentar waktu kelaparan. Pada akhirnya, yang akan terjadi tetap akan terjadi, kelaparan.

Perundingan Bretton Woods memutuskan bahwa US dolar adalah medium transaksi internasional. Sampai sekarang pun, dolar system masih belum berubah. Sedikit modifikasi dari apa yang diputuskan pada tahun 1944 hanyalah nilai dolar tidak perlu lagi di-peg ke dalam emas sejak 1971. Tentu saja tidak di-peg, tidak ada cukup emas di dunia untuk memenuhi kebutuhan compounding interest di dalam sistem. Ini skenario yang sama yang dipakai leluhur Rokiburger saat memperkenalkan sistem kredit.

From money to debt backed by money.
From debt backed by money to debt backed by debt.

Semua negara harus mengikuti dollar system. Mengapa? Sederhana saja, karena yang berkuasa mengatakan demikian.

You are either with him, or against him.

Dunia dan manusia tetap tidak berubah setelah sekian ribu tahun…

Perusahaan Anda mau mengimpor gula? Mau mengimpor minyak? Mau mengimpor benang? Atau mau mengekspor pakaian? Mau mengekpor kabel? Atau mau mengekpor beras? Well, dalam mayoritas transaksi Anda akan menggunakan US dolar.

Darimana datangnya dolar? Ya, dari konsumen Amerika. Dolar adalah medium transaksi (federal reserve note ataupun ekuivalen elektroniknya) yang muncul saat seorang konsumen mengajukan kredit ke bank komersial ataupun monetisasi pemerintah Amerika (yang dijamin dengan pajak yang akan mereka tagihkan ke rakyat mereka). Sederhananya, dolar adalah instrumen hutang rakyat Amerika. Sama seperti Yen, Euro, Rupiah, Renminbi, dll, adalah instrumen hutang rakyat negara bersangkutan.

Semua negara harus menjual ke Amerika, atau menjual ke negara lain yang menjual ke Amerika. Tanpa melakukan itu, mereka tidak punya dolar untuk mengimpor barang yang ingin mereka impor.

Anda sebaiknya berdoa quantitative easing the Fed bisa meniup kembali balon kredit dan menunda peak credit konsumen Amerika. Bila tidak, this show will end ugly… Very ugly

Atau segera dirancang medium transaksi internasional yang berikut, bagaimana transaksi antar negara dilakukan paska dolar system. Bila tidak, banyak orang di berbagai negara yang akan tenggelam bersama di dalam Titanic dolar system ini.

One question… Who wants to against them???

Sabtu, 24 Juli 2010

Money Supply 101

Hari ini, kita lihat kembali mengenai sistem penciptaan uang di dunia, metode yang disebut dengan fractional reserve banking. Tentu saja, ini adalah debt based money system. No Debt, No Money. 1 & 2

Kebanyakan orang mempercayai 2 mitos mendasar tentang uang dan bank:
• Mereka berpikir pemerintah berbagai negaralah yang menciptakan uang, dan
• Bank komersial meminjamkan uang deposan ke debitur mereka.

Mengenai mengapa pemerintah yang katanya boleh mencetak uang bisa kekurangan uang, dan mengapa beberapa negara sampai gagal membayar hutang, mereka tidak berminat mencari tahu.

Dan mengapa uang setiap orang di rekening bank mereka tidak pernah berkurang, padahal katanya dari uang-uang merekalah bank meminjamkan uang ke debitur mereka, mereka pun langsung mengambil kesimpulan ini memang hal yang wajar. Titik.

Tapi tidak demikian dengan hal-hal lainnya tentang ekonomi atau politik. Mengenai hal lainnya, semua orang punya banyak komentar, masing-masing punya penjelasan betapa yang satu baik dan yang lainnya jahat. Ada yang memaki sistem, katanya ekonomi kapitalisme sangatlah jahat, ada juga yang berpikir model negara komunis & sosialisme sangatlah biadab. Ada yang menyindir budaya modern, katanya zaman sekarang manusia sudah kehilangan nilai-nilai sosialnya, dan makian-makian lainnya.

Apakah mereka benar atau salah? Entahlah... Saya pribadi tidak berminat berargumen untuk topik-topik itu. Ada hal yang menurut saya lebih mendasar, dan semuanya bermula dari uang…

Baik, sekarang kita mulai. Tapi sebelum membahas lebih lanjut, ada beberapa konsep mendasar yang perlu kita ketahui dulu:

• Di dalam sistem ada 2 macam uang, uang bank sentral dan uang bank komersial. Dua-duanya memiliki fungsi yang sama, sebagai alat tukar & pembayaran yang sah. Perbedaannya hanyalah penamaan mereka di dalam sistem dan hitungan statistik suplai uang.

• Neraca (balanced sheet) adalah bagan bagaimana seseorang atau sebuah perusahaan menilai harta mereka. Aset = Liabilitas (hutang) + Modal. Di neraca, total nilai di sisi kiri pasti sama dengan sisi kanan. Pasti seimbang, kalau sampai tidak balance ya bukan balance sheet lagi, hehe..

Saat bank meminjamkan uang ke konsumen (menciptakan kredit), uang bertambah di sisi aset dan juga di sisi liabilitas. Saat konsumen mengembalikan uang itu, aset dan liabilitas berkurang dalam jumlah yang sama. Uang, yang muncul dari sulap sebatang pena, saat dikembalikan, akan hilang oleh sulap sebatang pena juga. Credit, that comes from thin air will back to thin air…

• Tabungan Anda adalah liabilitas (hutang) bagi bank, karena statusnya adalah Anda sedang meminjamkan uang Anda kepada bank. Pinjaman kredit seseorang adalah aset bagi bank, karena statusnya adalah seseorang itu sedang meminjam uang dengan bank.

• Cadangan minimum (reserve ratio) perbankan adalah porsi uang deposan yang wajib dicadangkan oleh perbankan. Kalau rasionya 10%, berarti untuk setiap 10 juta yang ditabung oleh seorang deposan, bank harus mencadangkan 1 juta dan hanya bisa menciptakan uang (kredit) sebesar 9 juta ke debitur mereka.

Ok, katakanlah hari ini kita memiliki sebuah negara baru, Negara Kesatuan Repulik Balon. Pemerintah ini memperhitungkan bahwa mereka memerlukan 100 milyar rupis untuk menjalankan operasi mereka, dan juga untuk memulai perputaran roda produksi barang dan jasa di negara tersebut. Pemerintahan ini, bukannya menerbitkan 100 milyar uang rupis untuk diedarkan, yang mereka lakukan adalah menerbitkan surat hutang sebesar 100 milyar rupis. Siapa yang beli? Awalnya adalah sebuah institusi yang mereka namakan Bank Sentral, sebuah organisasi independen, yang bebas dari intervensi pemerintah dan publik yang katanya mereka wakili.

* Di kemudian hari, campur tangan Bank Sentral untuk membeli surat hutang negara menjadi semakin lama semakin berkurang. Pemerintah akan menjalankan semua operasi mereka dengan menarik pajak dari penduduknya, dan juga menjual surat hutang mereka kepada sektor swasta.

Darimana Bank Sentral mendapatkan 100 milyar rupis? Jawabannya adalah dengan sebatang pena, sebuah mesin cetak, ataupun sebuah komputer. Kalau dipikir-pikir, memang tidak ada yang salah dengan itu. Kalau memang bisa dipermudah, mengapa dipersulit, bukan begitu? Mengapa harus membuka hutan, menggali tanah, mempertaruhkan nyawa untuk menambang logam menjadi uang? Ini abad 21.

Darimana Bank Sentral memperoleh kekuasaan seperti itu? Mengapa institusi ini bukan bagian dari pemerintah?

Jawaban dari para politisi & ekonom Republik Balon, ini adalah hak dan mandat yang harus diberikan kepada institusi ini, meniru sistem yang diterapkan oleh semua negara-negara beradab yang lain di planet ini. Penyebab lainnya, mereka tahu dari pengalaman politisi negeri lain, bahwa negara manapun yang mencoba keluar dari sistem ini, politisi di sana biasanya memiliki karier politik yang pendek. Negeri seperti itu biasanya akan berakhir dengan sejenis kudeta, revolusi, bahkan perang. Mengenai siapa otak (master mind) di balik berbagai kekacauan itu, nobody cares.

Teknisnya, Bank Sentral akan menukar surat hutang negara tadi dengan 100 milyar uang rupis yang mereka ciptakan, yang disetor ke rekening pemerintah di bank-bank umum (dealer) yang ditunjuk pemerintah. Negara mendapatkan uang, Bank Sentral mendapatkan surat hutang, dan bank yang digunakan pemerintah mendapatkan uang yang bisa dijadikan sebagai dana cadangan ke Bank Sentral untuk jaminan penciptaan uang berikut.



Uang ini, kemudian dibelanjakan pemerintah dalam berbagai pekerjaan publik mereka. Dengan berjalannya waktu, ribuan orang di Republik Balon pun mendapatkan bayaran.

Misalkan A, seorang kontraktor proyek pemerintah, pergi ke bank X dan menabung 100 juta rupis, dan menjadi satu dari puluhan ribu partisipan yang akan memberikan kontribusi multiplier uang di dalam sistem.

Katakanlah rasio pencadangan minimum (reserve requirement) yang disyaratkan oleh Bank Sentral Republik Balon ini adalah 10%. Maka dari uang yang disetor A, pembukuan perbankan akan berpotensi menjadi berikut ini:


Potensi adalah potensi, dan tidak berarti akan menjadi kenyataan. Dari contoh di atas, perhatikan bahwa hanya dari 100 juta rupis yang ditabung oleh A di bank X, ada potensi bahwa suplai uang bisa naik menjadi 1 milyar rupis. Multiplier uang adalah 10x lipat.

Semakin besar reserve requirement, semakin kecil multiplier suplai uang yang bisa terjadi. Sebaliknya, semakin kecil reserve requirement, semakin besar multiplier suplai uang yang bisa terjadi.

Dan ingat, yang mendapatkan uang dari belanja pemerintah tadi bukan hanya A. Ada A2, A3, A4, A5, dan ribuan orang lainnya. Semuanya akan memberikan kontribusi di dalam sistem debt based money ini. 100 milyar belanja pemerintah negeri Balon tadi bisa menjadi 1 trilyun kalau proses pinjam-meminjam oleh rakyatnya berlangsung maksimal.

Lalu, apakah setiap kali ada suntikan uang tunai di dalam sistem, lantas suplai uang nantinya pasti akan berlipat 10x seperti potensi di atas? Gunakan sedikit imajinasi Anda kawan… Perhatikan bahwa bank memang bisa meminjamkan uang, tetapi proses ini adalah tepukan 2 tangan, satu tangan saja tepukan tidak akan berbunyi. Di sisi debitur, harus ada orang yang datang meminjam. Harus ada orang yang punya kapasitas untuk meminjam (layak dipinjami karena bank menilainya sanggup membayarnya kembali). Tanpa orang-orang itu, roda kredit akan macet, suplai uang akan berhenti bertambah.

Di sisi lain, perhatikan juga sebesar apa kekuasaan bank komersial di dalam suplai uang Republik Balon ini. B,C,D,E,F, dll, uang yang mereka pinjam dari bank adalah harus melalui seleksi dan persetujuan dari bank X. Bank X, dan bank-bank komersial lainnya, merekalah yang menentukan ke mana uang mengalir, industri apa yang akan didukung, dan korporat mana yang akan mendapat dukungan paling besar. Kekuasaan ini tidak main-main, bagaimana bisa penduduk negeri Balon percaya para pemilik bank tidak akan mencuri kesempatan & mengambil manfaat dari sistem ini? Dengan power seperti ini, siapa yang tidak mau mencoba menciptakan uang bagi korporat-korporat afiliasi mereka sendiri untuk mendominasi setiap sektor industri di negeri itu?

Kelompok mana yang lebih seharusnya dipercaya? Pemerintah, yang sejelek-jeleknya masih dipilih oleh rakyatnya… Atau bankir swasta, yang tidak dipilih oleh siapapun? Nyaris tidak ada orang di negeri Balon yang tahu kalau sebenarnya bankir-bankir di bank-bank yang mereka gunakanlah yang menciptakan mayoritas suplai uang mereka. Sama seperti di negeri-negeri yang lain, penduduk Republik Balon mempercayai 2 mitos uang seperti yang ditulis di awal.

Ok, sekarang kita lihat lagi hal sangat penting berikut:
B, yang meminjam ke bank untuk keperluan ekspansi tokonya, saat menerima pinjaman 90 juta dari Bank X, neraca bank akan tampak seperti ini:


Ini uang fresh from the oven, suplai uang di Republik Balon bertambah 90 juta saat kredit B dicairkan. Bank komersial X baru saja menggunakan pena sulapnya. Terus, katakanlah pinjaman ini disepakati sebagai pinjaman 2 tahun & bunga flat 10% per tahun. Pembayarannya adalah (90 + 18 juta) / 24 bulan = 4,5 juta per bulan.

Apa yang terjadi saat B melunasi pinjaman ini? Ya, money that came from thin air will back to thin air90 juta uang rupis menghilang dari neraca bank X, yang ada adalah +18 juta rupis yang statusnya sudah menjadi modal bank X (laba ditahan).

Darimana datangnya 18 juta ini? Jawabannya bukan dari 90 juta yang tadi (uang itu sudah menghilang di tengah udara), tetapi dari hutang seseorang lainnya di dalam sistem. B harus menjual barang atau jasa tertentu selama 2 tahun ini dan menemukan 18 juta rupis tambahan untuk membayar bank X.

Ini adalah neraca bank X saat B melunasi hutangnya (transaksi dengan B):


Hal yang sama terjadi pada C, D, E, F, dst. Setiap orang memainkan peranannya di dalam sistem fractional reserved banking. Mungkin sejumlah orang benar-benar hidup tanpa hutang, mungkin perusahaan-perusahaan tertentu memang dijalankan tanpa hutang, tetapi asal-usul uang bukan hutang mereka adalah hutang dari seseorang / perusahaan yang lain di dalam sistem.

Apa yang dilakukan Bank X dengan 18 juta itu? Ya, itu tergantung keputusan internal pemegang sahamnya. Sebagian tentunya dipakai untuk biaya operasional seperti membayar gaji pegawai, membangun gedung, dll. Sebagian lagi mungkin dibagikan sebagai bonus staff ataupun dividen pemegang saham, dan sebagian lagi bisa ditahan sebagai modal untuk memperbesar kapasitas meminjam mereka*. Yang pasti, bank adalah institusi profit oriented, yang bekerja dengan prioritas utama memperjuangkan kepentingan institusi mereka, bukan yayasan sosial atau organisasi pembela publik.

Bagaimana kalau B gagal membayar? Ya, bank X akan menderita kerugian di pembukuan mereka, modal mereka akan berkurang sebesar porsi hutang yang gagal bayar itu. Tetapi, bank X boleh menyita aset jaminan dari B! Bank komersial, yang tidak memproduksi apapun di masyarakat, akan menjadi pemilik dari tanah, bangunan, mesin, pabrik, dan aset-aset lainnya dari orang-orang yang gagal membayar di dalam masyarakat.

* Selain reserve requirement, ada rasio lainnya yang bisa digunakan Bank Sentral untuk mengontrol level fractional reserve banking dari bank komersial, namanya Capital Adequacy Ratio (Rasio Kecukupan Modal). Apa maksudnya? Itu adalah rasio minimal Modal dibagi Aset di dalam neraca. Kurang dari angka tertentu, maka sebuah bank akan termasuk kategori under-capitalized. Mereka harus mencari modal tambahan sebelum bisa menciptakan kredit lagi di dalam sistem.


Di dalam capital accord I, rasio dibagi secara sederhana, nilai nominal modal dibagi dengan nilai nominal aset di neraca. Sekarang, perbankan mulai menerapkan capital accord II (Basel II), perbedaannya adalah cara menghitung aset agak berubah. Aset yang dinilai “aman” bisa memiliki daya
fractional reserve yang lebih tinggi. Ini dinamakan risk-based fractional reserve banking. Untuk ilustrasinya, silahkan lihat contohnya di sini.

Semakin tinggi CAR yang ditentukan, semakin berkurang kapasitas bank dalam menciptakan kredit. Semakin rendah CAR yang ditentukan, semakin meningkat kapasitas bank dalam menciptakan kredit.


Sampai di sini, saya rasa Anda mulai paham mengenai konsep-konsep dasar sistem ini. Ini adalah tinjauan matematis. Fakta, bukan konspirasi.

Di dalam system debt based money system, kita memiliki 2 masalah mendasar. Yang pertama adalah bunga bank. Bank hanya menciptakan hutang pokok, tetapi tidak menciptakan bunganya, jadi sampai kapan pun tidak akan ada cukup uang di dalam sistem untuk melunasi semua hutang yang ada. Yang kedua adalah uang muncul dalam bentuk hutang. Karena setiap kontrak hutang ada durasinya, maka uang tidak eksis secara permanen di sebuah masyarakat.

Dua hal ini akan menyebabkan semua uang cepat atau lambat dihisap menjadi modal (laba ditahan) oleh perbankan. Pemilik sistem ini akan memiliki semua uang yang eksis di masyarakat manapun. Semua orang secara langsung ataupun tidak adalah penyewa uang mereka. Rokiburger in real action my friend…

Penduduk Republik Balon, mereka bukan saja harus terus mengajukan hutang baru untuk membayar bunga bank, mereka juga harus terus mengajukan hutang baru hanya untuk mempertahankan suplai uang lama mereka, yang perlahan menghilang dari sistem setiap kali ada orang yang melakukan pembayaran cicilan hutang.

Sekaligus penduduk ini sudah tidak memerlukan rumah baru, mobil baru, pabrik baru, dan mainan-mainan baru lainnya, mereka mau gak mau harus terus mengekspansi produksi mereka, terus menciptakan keinginan konsumsi yang lain, atau terus membuka lahan dan hutan baru. Keluarga yang awalnya hanya perlu 1 orang bekerja mencari nafkah harus bertambah menjadi 2 orang, dan mungkin sebentar lagi menjadi 3 atau 4 orang. Mengapa? Karena bila tidak dilakukan, kolam suplai uang akan mengering.

Waktu yang paling menyenangkan di dalam sistem ini adalah saat masyarakat Republik Balon baru memulai proses pembangunan mereka, saat ekonominya tengah booming, di mana mayoritas orang memang giat bekerja dan memproduksi untuk memenuhi kebutuhan warga lainnya. Penduduk tidak ragu untuk berhutang, karena memang yakin selalu ada cara untuk membayarnya. Keinginan-keinginan yang belum terpenuhi terus bermunculan, dan inovasi-inovasi produk untuk memenuhi keinginan mereka pun terus berkembang. Banyak sekali orang yang mengajukan kredit, dan bank-bank komersial pun dengan senang hati memberikannya. Everybody win. Happy time is here

Kalau Anda lihat grafik suplai uang mereka, dalam jangka panjang, biasanya akan menukik tajam ke atas membentuk grafik parabolik. Mengapa parabolik? Karena faktor bunga-berbunga di dalam sistem (compounding interest). Masyarakat akan dibentuk untuk terus berekspansi dan mengejar bunga. Ekspansi dan ekspansi, jatuh bangun untuk mengejar puncak potensial mereka. Dan ketika potensial maksimal sudah tercapai, grafik paraboliknya akan berhenti dan kemudian berbalik arah.

Balon USD, yang diekpsor ke seluruh dunia


Balon internal Indonesia

Sebaliknya, waktu yang paling berbahaya di dalam sistem ini adalah kalau penduduk Republik Balon ini benar-benar sudah “kelelahan,” kalau mereka (secara komulatif) benar-benar sudah tidak sanggup lagi berhutang, membayar dan mempertahankan suplai uang di negeri mereka. Melewati level itu, yang ada di depan mereka adalah deflasi dan pemiskinan massal. Dalam kondisi yang lebih buruk, mereka akan menghadapi proses likuidasi liabilitas (penyingkiran debt slave yang tidak berguna).

Sebelum tiba waktu itu, ketika tanda-tanda “kelelahan” baru mulai terjadi, penduduk Republik Balon (termasuk industri perbankan!) biasanya akan ramai-ramai meminta tolong kepada pemerintah, sebuah institusi yang sebelumnya mereka katakan tidak boleh dipercaya untuk mengatur uang! Karena itu, kadang-kadang pemerintah mengatakan mereka akan melancarkan proyek stimulus. Mereka akan memperbanyak proyek pembangunan. Di kesempatan lain, mereka mengatakan mereka akan mengurangi pajak. Sungguh menyenangkan…

Masalahnya, pemerintah tidak punya sumur uang, dan menurut aturan perbankan negeri-negeri beradab di planet ini, pemerintah tidak punya hak untuk mencetak uang. Yang bisa mereka cetak adalah surat hutang negara. Oops…

Hal lainnya dari pemerintah adalah tampaknya jumlah pegawai dan gaji mereka hanya memiliki satu arah, yaitu naik. Kalau benar pajak dikurangi, dan proyek pembangunan dinaikkan, darimana uang untuk itu akan datang? Jawabannya adalah penerbitan surat hutang baru. Tetapi, karena yang namanya surat hutang perlu dibayar (+bunga), maka mau gak mau pajak juga nantinya akan dinaikkan. Pajak yg dikurangi demi janji stimulus hanyalah sementara, nantinya akan naik bahkan lebih banyak lagi, karena semua biaya operasional pemerintah dan hutangnya tetap harus dibayar… Dan menurut sistem keuangan planet “beradab,” semua penerimaan pemerintah (selain dividen BUMN) ujung-ujungnya memang harus adalah pajak.

Sekali-kali memang akan ada orang yang bertanya, mengapa pemerintah tidak menerbitkan uang sendiri saja? Mengapa selalu harus tergantung kepada orang lain untuk mendapatkan uang mereka? Apakah tidak boleh proyek pembangunan infrastruktur dan modal kerja industri produktif pemerintah dibiayai dengan printing money? Jawaban dari main stream adalah tidak, itulah konsep perbankan negeri beradab. Penciptaan uang terlalu penting untuk dipercayakan kepada pemerintah, hanya institusi perbankan swasta yang bisa dipercaya.

Para guru besar dan ekonom korban propaganda pikiran pun gak kalah sindirannya, “Siapapun yang tidak setuju silahkan lihat Zimbabwe atau Weimar!,” Tak ada argumen yang lain, setiap kali gagasan printing money diutarakan warga negeri Balon yang bingung atas konsep “beradab” ini, jawaban para simpatisan pro status quo itu tidak akan jauh-jauh dari argumen di atas.

Dan akhirnya akan tiba suatu saat, di mana pemerintah negeri Balon pun tidak sanggup memberikan lagi stimulus. Saatnya mereka sendirilah yang sekarang perlu diinfus dengan vitamin S (stimulus). Hehe.. Jangan Anda kira tidak ada limit berapa surat hutang yang bisa dicetak oleh negara. Ada, limitnya ada di kondisi fiskal mereka, berapa yang mereka dapat dari pajak, dan berapa yang harus mereka bayar dalam anggaran tahunan mereka. Bukan karena mereka melancarkan proyek stimulus, lantas penerimaan mereka dari pajak di bulan-bulan mendatang pasti akan naik sebanding stimulus itu. Belum tentu. Kalau publik sudah kelebihan beban hutang dan pengeluaran, mereka akan sampai ke titik di mana mereka akan menolak distimulir, bagaimanapun mereka dipancing.

Saat sebuah pemerintahan sampai di titik itu, saat neraca buruk pembayaran mereka sudah mustahil untuk ditutupi, mata uang mereka akan dihajar oleh spekulan-spekulan yang gemar mencari uang di arena perdagangan mata uang.

Di masa itu, saat penerimaan benar-benar tidak sanggup lagi menutupi pengeluaran, pemerintah Republik Balon akan dihadapkan ke 2 pilihan:

1. Percayai ekonom yang mempromosikan stimulus pemerintah tanpa henti. Just print more bond. Never give up. Cetak terus hutang baru, kalau perlu biarkan Bank Sentral yang membeli surat-surat hutang itu. Cepat atau lambat, market pasti akan rebound. Apalah artinya membayar beberapa persen bunga pinjaman? Itu gak masalah.

2. Percayai ekonom yang mempromosikan anggaran berimbang. Menyerahlah, lepaskan stimulus, mari hidup hemat (hidup miskin)! Biarkan proses deflasi berlangsung, jangan ikut campur di dalam sistem.

Atau saatnya mendengarkan solusi versi orang-orang yang “kurang beradab”? Dengarkan mereka, negeri Balon bisa memodifikasi jalan pertama. Solusi deflasi adalah inflasi. Solusi kekurangan uang adalah menambah uang. Tetapi solusi kelebihan hutang pastinya bukan menambah hutang!

Uang tetap akan dicetak, tetapi statusnya adalah uang bebas hutang. Bagaimana pemerintahan negeri Balon bisa mengatakan mereka adalah negara berdaulat (sovereign) kalau mereka bahkan tidak punya hak untuk mencetak uang negeri Balon sendiri (sovereign currency)? Apakah kosakata berdaulat (sovereign) bukan sebuah sindiran orang-orang “beradab” kepada pemerintahan idiot Republik Balon?

Tidak ada bunga apapun yang perlu dibayarkan atas uang cetakan ini. Semua industri-industri BUMN yang produksinya tidak berjalan lancar karena kekurangan modal akan mendapat suntikan dana hasil printing money ini. Semua potensi produksi bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan output barang dan penyerapan tenaga kerja di level setinggi yang mereka bisa. Pendidikan dan pengobatan mendasar pun bisa menjadi hak setiap penduduk negeri Balon.

Apakah gagasan ini akan menyebabkan hiperinflasi (harga barang)? Gunakan lagi imajinasi Anda kawan… Harga adalah efek kombinasi dari suplai uang, suplai barang, kebutuhan, dan (kadang-kadang) manipulasi kartel. Jangan hanya memperhatikan satu sisi.

Saat para peniup balon (hutang) mencapai / melewati puncak kapasitas mereka untuk berhutang, suplai uang akan menurun dan terus menurun. Dan kalau pemerintah juga mengalami hal yang sama, tidak ada hal apapun lagi yang bisa menolong negara mereka. Proses deflasi hanya bisa dilawan dengan inflasi. Hilangnya uang di dalam sistem (uang yang back to thin air tadi) harus dilawan dengan injeksi suplai uang baru.

Quantitative Easing (QE) adalah solusi versi ini (Bank Sentral membeli surat hutang negara ataupun korporat). Tapi ada kesalahan yang serius, yaitu status uang yang dicetak itu. Dalam QE, status uang baru itu masih adalah hutang, dan akan terus membebani anggaran negara-negara yang memang sudah bobrok itu. Tetapi percobaan ini juga bagus bagi para orang-orang yang terus menyindir mengenai Zimbabwe dan Weimar. Sudah 1,5 tahun sejak QE dilakukan di sana, ternyata dolar dan poundsterling belum perlu diangkut dengan gerobak...


$1 trilyun lebih injeksi uang baru dari Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) tidak berhasil mempertahankan total suplai uang mereka. Uang (kredit) yang menguap di tengah udara, yang sudah menghilang di dalam sistem masih lebih besar dibandingkan suntikan uang dalam QE.

Mau mencoba QE tahap 2?

Ditinjau dari segi suplai uang saja, saat ini USA is no where near hyperinflation. Yang harus dikhawatirkan justru adalah hiperdeflasi. Namun, dalam konteks harga barang, belum tentu, karena seiring dengan waktu, kita belum tahu apakah persentase output produksi barang di Amerika akan jeblok lebih cepat atau lebih lambat dibanding suplai uang mereka.

Kalau Anda lihat fakta bahwa angka pengangguran di Amerika yang terus memburuk, maka cukup besar kemungkinannya bahwa sejumlah besar uang-uang QE kemarin tidak masuk ke kantong perusahaan-perusahaan yang menciptakan lapangan kerja, melainkan masuk ke kantong perusahaan-perusahaan finansial sebagai modal untuk spekulasi kembali di pasar finansial.

Faktor lain adalah kita juga tidak tahu kapan dolar-system akan ditinggalkan. Mengandalkan populasi yang sudah melewati peak credit adalah gagasan yang buruk bagi seluruh negara lain di dunia untuk mendapatkan suplai uang transaksi internasional mereka. Saat dolar-system ditinggalkan, dikombinasikan dengan proses deflasi suplai uang mereka, Anda bisa yakin kehidupan yang amat gelap akan menghampiri penduduk Amerika.

Ok, kita kembali lagi ke Republik Balon… Jadi apa yang sebaiknya dilakukan di sana? Bagaimana agar mereka tidak akan berakhir sama dengan para peniup balon di negeri-negeri beradab yang lain? Ya, agak lucu juga, langkah awal adalah mereka harus menjadikan 2 mitos uang mereka menjadi fakta.
1. Pemerintahlah yang mencetak uang.
2. Bank meminjamkan uang deposan ke debitur mereka (bukan menciptakan uang dalam bentuk kredit).

Caranya bagaimana? Apakah perlu revolusi? Jawabannya moga-moga adalah tidak. Yang diperlukan sebenarnya adalah pemahaman publik, aksi, dan perubahan aturan akuntansi.

Di artikel sebelumnya, saya menyinggung tentang social credit. Di artikel kali ini, saya ambilkan contoh gagasan reformasi moneter yang lain. Ini adalah konsep perubahan yang tengah diperjuangkan oleh AMI (American Monetary Institute). Untuk lebih detailnya, silahkan mengunjungi & membaca lebih banyak di website mereka atau coba download pamflet singkat ini terlebih dahulu.

Buku mereka, The Lost Science of Money, bisa Anda download di internet, cari saja di google (file torrent). Anda cukup mengganti kosakata Federal Reserve dengan Bank Sentral negara lain. Karena sistem semua negara kurang lebih sama, maka rencana reformasi dia bisa diterapkan di negara manapun juga.

Walaupun saya tidak 100% setuju dengan semua yang mereka rekomendasikan, tetapi setidaknya rencana reformasi mereka menunjukkan bahwa ada alternatif lain selain sistem sekarang. Berikut adalah 3 poin penting rencana mereka:

1. Posisikan Bank Sentral sebagai bagian dari pemerintah. Monetisasikan semua uang (kredit) di dalam sistem. Saat ini, saat hutang dikembalikan oleh debitur ke bank komersial, uang (kredit) itu akan menguap, hilang. Tetapi, bila semua kredit dimonetisasi, maka saat uang dikembalikan oleh debitur, uang itu masih akan ada di dalam sistem. Uang ini akan ditransfer ke sebuah rekening khusus pemerintah, karena status kredit yang disalurkan sebelumnya sudah menjadi hutang bank kepada pemerintah.

2. Hentikan hak bank komersial untuk menciptakan kredit. Tidak ada lagi fractional reserve banking. Mulai sekarang, bank hanya boleh meminjamkan uang deposan yang mereka himpun, ataupun modal mereka sendiri.

3. Bila memang diperlukan, setiap beberapa waktu, pemerintah boleh menginjeksi sejumlah uang tertentu di dalam sistem, misalnya untuk membiayai proyek infrastruktur, pertanian, pertambangan, pendidikan, ataupun kesehatan dasar. Akan ada tim di pemerintahan yang menghitung berapa uang baru yang diperlukan oleh negeri Balon itu.

Tentu, reformasi seperti ini tidak akan gampang. Detail pelaksanaannya juga masih harus dipelajari dengan panjang.

Pertanyaan yang lebih penting sekarang adalah: pemerintahan negara mana yang mau menjadi pelopor untuk mencari “gara-gara” dengan Money Master? Siapa mau mencoba?

Saya jadi teringat sebuah foto lama, foto yang hebat dan penuh makna. Foto seorang mantan presiden, yang katanya adalah diktator gagah perkasa, yang katanya adalah raja selama 32 tahun di Indonesia, yang katanya kekuasaannya ibarat pohon beringin, kokoh tak tergoyahkan, ternyata hanya bisa duduk patuh mengikuti instruksi saat menghadapi seorang agen Money Power, upline-nya di piramida kekuasaan dunia.

Sign it you goyim!

Kebetulan saja foto ini melibatkan orang kuat Indonesia. Kenyataannya, ke negara manapun Anda pergi, kalau Anda mau membuka mata, situasinya sebenarnya sama. Politisi di debt based money system pada dasarnya hanyalah pion-pion di papan catur. Semuanya berharga, tetapi bila mereka sudah tidak lagi memberikan manfaat, atau bila publik memang menuntut cukup keras, mereka tetap boleh dikorbankan. Selalu akan ada pion-pion bodoh-namun-berguna (usefull idiot) yang berikut, persis seperti yang direncanakan dalam protokol "bijak" zion.

There’s a sucker born every minute

"Welcome Sir.. Want something here? Maybe I can help"

Ok, hari ini sampai di sini. Saya tidak tahu apakah harus menganjurkan Anda untuk menyebarkan artikel ini ke teman-teman Anda atau tidak...

Kadang-kadang, saya memang agak kecewa mengapa kejadian-kejadian yang tidak penting bisa diliput dan diperbincangkan begitu banyak orang. Puluhan ribu, bahkan jutaan orang bisa bergabung di facebook membahas skandal-skandal terbaru para selebritis & politisi populer. Tetapi, di sisi lain, saya juga agak bersyukur blog ini tidak pernah ramai. Karena kalau sampai ramai, entah saya akan berurusan dengan polisi atau tidak nantinya. Hehe…

Anyway, karena mainstream media tidak akan membahas topik ini di acara tv mereka, terpaksa kita yang melakukannya sendiri. Publik benar-benar harus tahu lebih banyak tentang asal-usul uang mereka dan konsekuensi dari sistem yang ada. Biarkan mereka paham dan kemudian menentukan, apakah mereka ingin bertahan dengan sistem yang ada atau mereka mengharapkan perubahan yang lain, bukan begitu?


End note:
Saya mendukung hak pemerintah untuk mencetak uang dalam proyek pembangunan fisik dan usaha-usaha produktif, hanya itu. Bukan berarti saya mendukung semua perbuatan pemerintah di bidang yang lain. Saya, sama seperti kebanyakan orang, juga percaya institusi itu sangat tidak efisien dalam bekerja. Skala institusi itu mungkin bisa diperkecil, jumlah pegawai negeri juga demikian. Anggaran tahunan mereka (& pajak yang perlu ditarik) seharusnya masih bisa dikurangi. Biarkan lebih banyak uang publik tetap berada di tangan mereka, dan publiklah yang menentukan apa yang ingin mereka lakukan dengan uang mereka, bukannya terus-menerus dipaksa membayar semakin banyak pajak setiap tahunnya.