Selasa, 29 Juni 2010

Selangkah Lebih Dekat Ke Panggung Likuidasi

Seandainya kebijakan dari benua Republik Amerika Utara ini benar-benar diterapkan, pemerintah akan memiliki uang mereka tanpa ongkos. Mereka bisa melunasi hutang mereka dan menjadi negara bebas tanpa hutang. Mereka akan memiliki semua uang yang mereka butuhkan untuk menjalankan perdagangan. Mereka akan menjadi makmur melebihi negara manapun di dunia. Pemerintahan itu harus dihancurkan atau dia akan menghancurkan semua monarki di muka bumi.”
-Lord Goschen, 1865, mengenai uang bebas hutang Amerika, greenbacks-

Di tulisan-tulisan sebelumnya saya pernah mengatakan bahwa di dalam debt based money system, semua orang & negara adalah aset, sampai mereka tidak lagi sanggup membayar uang sewa uang, maka mereka akan berubah menjadi liabilitas.

Dan nasib liabilitas di dalam sistem ini adalah mati (seminim-minimnya, hidup dalam kelaparan).

Mungkin pertanyaan bagi kebanyakan orang adalah: Apakah tidak bisa kalau kita menyelesaikan persoalan ini dengan cara mencetak uang saja? Jawabannya adalah bisa… untuk sementara waktu, sampai akhirnya menjadi tidak bisa (kecuali yang dicetak adalah uang bukan hutang).

Sebelumnya, mari kita lihat apakah ada bedanya deflasi dengan hiperinflasi… Bayangkan ini:

Mulai suatu ketika, di sebuah negara A, mereka (pemerintah & swasta):
* Mengekspor barang senilai 100 ton emas setiap bulan.
* Mengimpor barang senilai 120 ton emas setiap bulan.

Total tabungan emas yang ada di negara A adalah 200 ton.

Dengan defisit 20 ton.bulan, semua tabungan emas di negara ini akan habis dalam 10 bulan. Mulai bulan ke-11, tidak ada cukup emas untuk menutupi semua kebutuhan mereka. Untuk menyederhanakan situasi, kita asumsikan semua barang yang perlu diimpor adalah sangat penting, tidak boleh ada yang dihilangkan. Maka pilihan mereka ada 2:

1. Mereka harus sanggup meningkatkan produksi dan mengekspor lebih banyak barang, sampai mencapai minimal 120 ton emas/bulan.
2. Kalau tidak bisa, sebagian dari mereka akan kelaparan (atau mati).

Saat ini, kita tidak lagi menggunakan emas. Kita bisa mengganti kosakata emas dengan mata uang yang lain, misalnya dolar A.

Pemerintah negara A, yang putus asa karena tidak sanggup mengimpor kekurangan barang setara 20 ton emas/bulan tadi, mulai mencetak uang (dolar A) setara 20 ton emas lebih banyak setiap bulan agar mereka bisa mengimpor barang setara 20 ton emas tadi. Uang ini, begitu dicetak, langsung dipakai untuk membeli barang dari luar.

Apa yang terjadi?

Mungkin awalnya mitra dagang negara A tidak akan menaikkan harga (dalam mata uang dolar A), karena belum benar-benar tahu apa yang sebenarnya dilakukan pemerintah negara A. Selama beberapa bulan, negara A tetap sanggup memenuhi kebutuhan mereka yang setara 120 ton emas, dengan bantuan mesin cetak.

Huuh… Pemerintah negara A pun bersyukur… “Kita berhasil melewati beberapa bulan.”

Kemudian, mitra dagang A mulai paham apa yang dilakukan A. Dolar A seharusnya tidak memiliki daya beli senilai beberapa bulan lalu, nilai dolar A seharusnya jatuh karena pemerintah A mencetak mereka tanpa modal dan berharap mendapatkan barang yang diproduksi mereka dengan susah payah. Harga dagangan mereka pun naik harga.

Sekarang, negara A harus mencetak lebih banyak uang lagi agar bisa membeli barang yang sudah naik harganya. Semakin dicetak, semakin mahal harga barang yang mereka impor. Lalu negara A pun mencetak lebih banyak lagi, dan harga pun naik lebih tinggi lagi. Ini lingkaran tak berujung.

Bila dilakukan terlalu lama, daya beli dolar A tidak akan jatuh teratur lagi, tetapi akan jatuh secara eksponensial dan kehilangan nilainya karena semua mitra dagang A sudah tidak mau berdagang lagi dengan A.

Ini ilustrasi yang disederhanakan, tapi inti dalam ilustrasi ini adalah sangat penting kalau Anda mau mengimajinasikan apa yang sebenarnya terjadi di Weimar, atau Zimbabwe, dan lainnya. Deflasi Vs Hiperinflasi.

Permasalannya ada di surplus / defisit negara itu secara keseluruhan. Weimar sudah ditakdirkan untuk bangkrut paska perjanjian Versailles. Tidak ada cukup uang di tangan rakyat Jerman untuk membayar ongkos ganti rugi perang yang dibebankan kepada mereka. Mencetak uang hanyalah cara untuk mengulur waktu, apa yang tak terhindarkan pada akhirnya tetap tak terhindarkan. Bangkrut.

Hal yang sama di Zimbabwe. Mereka mengimpor lebih banyak daripada mengekspor. Saat tidak ada lagi kekayaan setara defisit akumulatif mereka, pemerintahan mereka pun mencetak uang untuk membeli dolar dan mengimpor barang. Di akhir percobaan, uang mereka menjadi lebih murah dari tissue paper.

Ini bukan masalah mencetak uang atau tidak kawan. Dalam standard emas sempurna sekalipun, kalau sebuah negara menghabiskan semua emas mereka dan kemudian hidup defisit setiap bulan, rakyat mereka tetap akan kelaparan pada akhirnya. Ini hanya masalah waktu. Saat cukup banyak emas mengalir keluar dan tidak kembali lagi, the game is over.

Akhir dari sebuah siklus debt based money adalah deflasi. It’s the end. Tetapi waktu ini bisa ditunda sementara kalau pemerintah mau menyalakan mesin cetak. Weimar dan Zimbabwe, kalau saja mereka tidak menyalakan mesin cetak, mereka akan kelaparan lebih cepat.

Efek akhir deflasi dan hiperinflasi pada dasarnya adalah sama. Hiperinflasi adalah deflasi versi yang diperpanjang, di mana pemerintah menunda hari penghakiman dengan cara mencetak uang dan menurunkan daya beli rata-rata uang rakyat mereka. Mungkin agak rumit untuk mengukur index kemakmuran penduduk, tapi kalau bisa dibuat, hasil akhirnya akan tetap sama. Kemakmuran rata-rata penduduk di negara yang mengalami kedua hal itu akan sama… sama-sama turun.

Kalau Anda sudah membaca blog ini cukup lama, Anda tahu bahwa majikan uang dunia cepat atau lambat akan mencari cara untuk melikuidasi liabilitas, singkirkan cukup orang dan mulai lagi siklus debt based money system yang berikut.

Awalnya saya mengira proses likuidasi masih akan menggunakan cara yang paling kuno, rekayasa perang skala besar (perang dunia ke-3). Tapi kejadiaan akhir-akhir ini membuat saya khawatir mereka akan menggunakan cara yang belum pernah dicoba sebelumnya… Penghancuran ekosistem. Tentu saja, ini hanyalah kekhawatiran, saya tidak 100% yakin bencana ini adalah strategi likuidasi yang sedang direncanakan.

Saya rasa untuk pertama kalinya dalam sejarah, spesies manusia sudah menguasai cukup teknologi untuk menghancurkan sebuah planet. Di balik gelombang besar penyebaran informasi tentang rezim kriminal bankir zionis tahun-tahun ini, tragedi terbesar adalah posisi para kriminal ini sudah sedemikian dominan di dunia . Anda tidak perlu diberitahu lagi siapa yang sedang memegang kendali, siapa bos besar di hampir setiap sektor produksi dan distribusi di dunia, termasuk industri senjata/militer. Kalau dunia mengancam kekuasaan mereka cukup kuat, sulit dibayangkan apa yang bersedia mereka lakukan untuk membalas dan mempertahankan status quo dominasi mereka.

Bencana Teluk Mexico, yang katanya murni “accidental”, efeknya luar biasa mengerikan. Sebagai orang awam, saya rasa wajar kita bertanya:

1. Kalau luapan di daratan saja yang belum tentu bisa ditutupi, bagaimana caranya menutupi bocoran minyak di kedalaman 1500 meter di dasar lautan? Titik bocoran menurut beberapa berita sudah menyebar di berbagai titik di dasar laut yang topografi tanahnya sangat terjal.




Topografi Tanah Lokasi Kebocoran

2. Bagi yang menyarankan penggunaan bom nuklir untuk meledakkan tanah dan menutupi lubang semburan, apakah benar-benar gagasan yang baik untuk menyalakan peledak di dekat luapan minyak dan gas?

3. Seberapa jauh minyak akan menghalangi penguapan air laut, yang artinya menghalangi hujan di daratan? Tanpa hujan yang normal, apa akibatnya bagi prospek panen dan suplai bahan pangan?

4. Seberapa jauh pengaruh gas yang menguap sekarang, seberapa beracunnya gas ini kalau sudah tertiup dan sampai ke daratan yang penuh dengan pemukiman?

5. Berapa persen kehidupan laut yang akan punah akibat semburan minyak dan gas ini? Seberapa berbahayakah zat dispersan minyak yang saat ini digunakan BP?

6. Dan pertanyaan yang paling penting, dalam worst case scenario, seberapa lama minyak dan gas dari perut bumi ini akan meluap? Seberapa besar porsi samudera yang akan terkontaminasi semburan minyak dan gas ini? Seberapa besar efek kematian makluk yang bisa terjadi di planet ini?

Gunakan saja angka yang diberitakan saat ini, perkiraan 50 – 100 ribu barrel per hari!
100 ribu x 30 = 3 juta barrel / bulan
3 x 12 = 36 juta barrel / tahun

Moga-moga saya salah baca, katanya dalam waktu 18 bulan (2012) minyak ini sudah akan sampai di Samudra Atlantik. Amerika Selatan, Eropa dan Afrika barat akan menjadi daerah kontaminasi berikut. Sedangkan dalam jangka beberapa bulan ke depan, pemerintah Amerika sebenarnya sudah harus memulai untuk evakuasi penduduk di sekitar teluk, puluhan juta orang mungkin harus berpindah. Bila tidak dilakukan, resiko gangguan kesehatan penduduk di sana akibat udara dan hujan beracun akan sangat serius.

Pertanyaannya… Pengungsi mau pindah ke mana? Kerja di mana? Makan apa?



Sebenarnya, tanpa kejadian ini pun, manusia perlu khawatir akan harga minyak. Dengan kejadian ini, prospek harga minyak menjadi benar-benar mengkhawatirkan. Pengeboran minyak di lautan sudah pasti akan diperketat, padahal dunia membutuhkan semakin banyak minyak.

PEAK OIL

Teori mengenai Peak Oil pertama kali dikemukakan oleh seorang geolog dari Amerika, Hubbert Peak, pada pertengahan 1950-an. Menurut dia, bila kita sudah mulai memompa setengah dari sumur sebuah minyak, kecepatan pompa akan menurun dan output produksi akan turun setelahnya.

Menurut para geolog minyak, bila tidak ada penemuan minyak dalam jumlah besar di tahun-tahun mendatang, dunia akan segera mencapai kapasitas puncak produksi minyak. Mereka mengatakan bahwa puncak produksi minyak akan terjadi antara 2005 - 2012.


Perkiraan Produksi Minyak Dunia

Bagi Anda yang belum mendengar tentang peak oil dan konsekwensinya, coba bayangkan ini…

Keseluruhan kegiatan di planet ini membutuhkan energi. Zaman dan level peradaban sebuah populasi juga berbanding lurus dengan energi yang mereka konsumsi. Kalau bukan karena minyak, sejarah abad 19 & 20 tentunya akan sama sekali berbeda. Bisa Anda bayangkan kita masih menggunakan sepeda dan kuda sebagai transport? Bisa Anda bayangkan kalau manusia masih mengandalkan batubara dan kayu bakar? Berapa persen orang yang bisa menikmati listrik? Berapa daya produksi mesin dan output barang / jasa di dunia? Berapa total populasi dunia sekarang kalau bukan karena revolusi sumber energi?

Sekarang bayangkan ini… Bagaimana kalau output produksi minyak akan memuncak di tahun-tahun ini dan kemudian turun… dan turun… Apa akibatnya bagi peradaban manusia dan jumlah penduduk?

Penduduk bertambah seiring dengan produksi minyak

Kalau suplai sumber energi berkurang, cepat atau lambat penduduk akan berkurang. Tetapi… Siapa orang yang mau masuk statistik penduduk yang berkurang itu? Nobody wants to die… Kondisi bagaimana yang bisa memaksa penduduk bumi turun ke level 5 milyar, 4 milyar, 3 milyar, atau 1 milyar??

Note:
Mungkin juga sebenarnya ada penemuan lainnya yang belum dikembangkan, mungkin tanpa minyak manusia malahan bisa menemukan sumber energi yang bahkan lebih murah dan hebat… Ada yang mengatakan bahwa Nikola Tesla sudah menemukan cara mengalirkan listrik dengan biaya amat murah pada abad yang lalu, tetapi penemuan ini tidak pernah direalisasikan karena dihalangi oleh bos industri minyak. Bagaimana caranya menghalangi? Jangan pinjamkan proyek ini uang! Pemilik bank-bank besar dan bos minyak di Amerika orangnya ya itu-itu saja (baca sejarah dinasti Rothschild).


Kembali ke isu minyak. Dengan status quo, di mana minyak adalah sumber energi paling penting di dunia. Seiring dengan memuncaknya produksi minyak, memuncak juga level peradaban dan populasi manusia. Tanpa menyelesaikan masalah suplai energi, dekade-dekade ke depan akan menjadi dekade pembantaian kehidupan yang tak terbayangkan. Harga minyak akan melambung tinggi, hanya orang / negara yang paling kaya saja yang akan tercukupi kebutuhan minyaknya.



Saya bukan sedang menulis novel konspirasi kawan. Peak Oil adalah isu yang sangat-sangat serius. Bila dikombinasikan dengan fakta bahwa kemampuan manusia (terutama di US & Eropa) untuk membayar ongkos sewa uang dalam debt based money system saat ini sudah di ambang limit, adalah kesimpulan yang wajar untuk mengatakan sejumlah manusia di dunia tinggal menunggu waktu untuk menghadapi proses likuidasi liabilitas di dalam sistem.

Panggung menuju likuidasi besar sedang dipersiapkan, dan kalau beberapa bom nuklir bisa dilempar ke Iran & Israel menjelang 2012, maka panggung likuidasi ini benar-benar akan menjadi sempurna. Mungkin film 2012 versi Hollywood kemarin tidak akan tampak terlalu fiktif lagi…

Catatan lainnya, hari-hari ini kita sering medengar kata austerity (hidup hemat) dari pertemuan G20. Apa yang sebenarnya mereka maksudkan?

Semua uang adalah hutang. Saat rakyat mereka tidak sanggup membayar hutang dan gagal bayar atas kredit mereka, bank pun menderita kerugian. Lalu kerugian ini ditomboki oleh pemerintah dengan menaikkan hutang pemerintah*. Sekarang, bahkan pemerintah mereka pun gak sanggup melanjutkan operasional mereka. Penerimaan mereka (terutama dari pajak) tidak sanggup menutupi semua pengeluaran mereka: pembayaran gaji, biaya pembangunan proyek, pembayaran pensiunan, pembayaran cicilan hutang, dll.

* Yang dinaikkan pemerintah adalah hutang. Pemerintah tidak mencetak uang (printing money), mereka tidak berhak melakukannya! Yang mereka cetak adalah bond (surat hutang). Masalah siapa yang beli, apakah dana dari sektor swasta atau bank sentral adalah isu yang lain.

Maka di ambang kebangkrutan ini, pemerintah mereka pun angkat tangan, dan melancarkan slogan baru. “Mari Hidup Hemat*.” Ini nantinya akan berujung ke PHK besar-besaran pegawai negeri dan penghentian sejumlah besar proyek infrastruktur. Tentu saja, program bailout perbankan akan tetap berlanjut, bonus dan gaji aduhai para bankir akan tetap berlanjut. Manusia-manusia penting ini tidak termasuk dalam paket austerity.

* Hemat seharusnya adalah sebuah pilihan. Artinya, kalau Anda punya uang, dan Anda memilih untuk menggunakannya dengan lebih hati-hati / tidak sembarangan, itu namanya hemat. Tetapi, paket “austerity” yang sedang dislogankan G20 ini, mereka tidak memilih demikian, mereka terpaksa untuk hidup demikian. Tidak ada uang lagi, mereka sudah bangkrut. Ini bukan hemat namanya!

Bila G20 benar-benar serius melaksanakan program "penghematan" ini, bulan-bulan dan tahun-tahun ke depan akan menjadi era deflasi besar. Banyak orang akan jatuh miskin.

Dan pertanyaan yang paling penting bagi semua orang, akankah krisis ini diakhiri dengan terbukanya mata orang, bahwa pemerintah pada dasarnya tidak wajib meminjam, dan suplai uang sebenarnya tidak harus muncul dalam bentuk hutang berbunga?

Printing money tidaklah seburuk seperti yang sering dituduhkan orang, yang selalu mengaitkannya dengan isu hiperinflasi. Sangat berbeda ketika negara mencetak uang untuk melanjutkan proyek pembangunan, atau untuk membiayai proyek produktif misalnya pertanian atau pertambangan mereka, dibanding mencetak uang hanya untuk membayar kebutuhan konsumsi. Ini sangat berbeda.

Seandainya negara A pada contoh di depan bisa mencetak cukup dolar A tambahan dan uang itu memang dipakai untuk menaikkan produksi di dalam negeri, membantu seluruh negeri agar bisa mengekspor barang setara minimal 120 ton emas/bulan, maka printing money justru akan menjadi solusi, bukan masalah.

Di bawah ini ada sebuah website, berisi beberapa buku yang sebagian juga ditulis oleh Louis Even (baca dongeng: Mitos Uang). Isinya tentang metode social credit sebagai uang. Tulisan-tulisan semacam ini, dan metode lain yang juga ada (Anda bisa mencarinya di internet), adalah untuk menunjukkan bahwa gagasan-gagasan lain tentang metode penciptaan uang adalah tersedia. Sistem bankers debt based money system seperti yang sedang kita praktekkan bukanlah opsi satu-satunya di dunia.

Austerity” program… Atau mungkin lebih tepatnya Poverty program, sebenarnya bisa dihindari.

Silahkan membaca dan memikirkannya…
www.michaeljournal.org