Selasa, 16 Maret 2010

Jumat, 05 Maret 2010

Melangkah Menuju Armageddon

“Manfaat terbesar dari sebuah krisis adalah hutang yang bisa diciptakan olehnya.”

Hari ini yang akan saya tulis adalah mengenai hutang pemerintah, Sovereign Debt.

Akhir-akhir ini, pers mulai memberitakan bahwa ternyata pemerintah Yunani memiliki hutang jauh lebih banyak daripada mereka akui secara formal selama ini, dan tak lama kemudian, satu per satu negara lain pun ketahuan melakukan teknik penyembunyian hutang yang sama. Italy, Spanyol, Dubai, dan entah siapa lagi yang segera akan ketahuan.

Fantastis.

Persamaan di antara mereka sejauh ini adalah teryata pemerintah mereka sempat ber”konsultasi” dengan Goldman Sachs mengenai teknik menyembunyikan hutang. Ayam bertanya kepada serigala bagaimana menggemukkan ayam.

Dalam debt based money system, hal terpenting mengenai pemerintah yang harus Anda pahami adalah:

Pemerintah pada dasarnya tidak punya uang!

Awalnya, mereka adalah sebuah institusi di mana mereka mengambil uang dari kantong A untuk dimasukkan ke kantong B (dan kantong mereka sendiri tentunya) demi tujuan-tujuan yang disetujui oleh A dan B.

Angin surga semacam pajak untuk pembangunan akan disetujui oleh siapapun juga, bukan begitu?

Tapi, saat skala masyarakat dan pemerintah sudah berkembang sedemikian besar, dan komunikasi antara mereka dengan rakyat sudah tidak mungkin lagi dilakukan, maka uang dari kantong A tidak lagi harus masuk ke kantong B dengan seizin A + B.

Pemerintah, sebagai orang tengah, sekarang menjadi pihak yang mengambil keputusan. Hehe.. Dan godaan korupsi pun keluar.

Bayangkan si John Terry yang katanya niat awalnya mendekati Vanessa Perroncel adalah untuk memberikan support spiritual karena barusan putus dengan pacarnya Wayne Bridge, tetapi di hari-hari kemudian ternyata Perroncel terlalu berat untuk bisa disupport, maka si John Terry pun terpaksa melepas tangannya, dan Perroncel pun jatuh ke pangkuannya. Hehe..

Demikianlah politisi pun tidak bisa mensupport terlalu lama godaan dan kesempatan untuk mengkorup uang yang begitu gampang untuk dikorup.

Saat ini, berbagai pemerintah di dunia sedang dalam kerata express menuju kebangkrutan. Pengeluran mereka terus bertambah, tidak bisa mengimbangi penerimaan (pajak & penjualan surat hutang).

Menarik bukan, puluhan tahun negara barat mengajarkan kepada seluruh dunia bahwa deficit-spending tidak ada salahnya, defisit 2-3% dari GDP adalah kecil dan tidak signifikan…? Hehe.. Sekarang merekalah yang ada di headline berita untuk topik yang tidak mereka inginkan, sovereign bankruptcy.

Omong-omong soal GDP, kosakata populer Debt to GDP ratio pada dasarnya adalah omong kosong politisi, dikarang sedemikian rupa agar statistik kondisi keuangan negara bisa tampak lebih baik dan hutang pemerintah bisa terus diperbesar.

Kalau seseorang datang meminjam uang kepadamu, mana yang Anda pikirkan, keuangan pribadinya, atau GDP kota dia tinggal?!

Dua ratio utama kalau Anda mau menimbang-nimbang seberapa besar kemungkinan sebuah negara akan default (gagal bayar) atas hutang mereka adalah:
1. Rasio hutang terhadap pendapatan
2. Rasio pembayaran hutang (bunga + hutang pokok) terhadap pendapatan

Semakin besar ratio ini, semakin mungkin pemerintah tersebut gagal bayar.

Hari ini, kalau direksi BUMI Resources roadshow ke luar negeri untuk mencari hutang baru sambil menyodorkan data Hutang-BUMI-to-Indonesia-GDP ratio, reaksi apa yang kira-kira akan diterima oleh direksi mereka di depan para calon kreditur itu?

Hehe.. Ada 2 kemungkinan:
- Calon kreditur akan tertawa sakit perut atas kedunguan direksi BUMI.
- Calon kreditur akan sangat marah atas penghinaan inteligensi yang dilakukan direksi BUMI kepada mereka.

Anda paham? Laporan keuangan perusahaan terbuka selalu memaparkan pendapatan dan pengeluaran perusahaan mereka sendiri, tidak pernah mereka mengarang-ngarang ratio keuangan terhadap GDP negara atau kota mereka. Ini bukan kebetulan, ini terjadi karena memang itulah yang seharusnya.

Anyway, sekarang kita bahas saja mengapa negara-negara yang katanya maju itu sekarang di ambang kebangkrutan:

Ada 2 tambahan pengeluaran yang sangat mencekik mereka:
1. Uang bailout pasar finansial
2. Proyek-proyek infrastruktur yang hutangnya dijamin oleh negara.

1. Bailout pasar finansial
Anda sudah paham bahwa kredit konsumen negara-negara barat sudah mencapai batas. Rakyat mereka sudah melewati 3 generasi terakhir untuk membelanjakan uang mereka dan terbenam dalam samudra hutang untuk membeli berbagai hal yang mereka impikan. Dan dalam proses ini, ikut menciptakan booming perekonomian bagi negara-negara berkembang, pemasok barang-barang konsumsi itu.

Hutang harus dibayar kawan. Majikan tidak boleh menerima kurang dari yang mereka berikan. Ini masalah prinsip. Melanggar prinsip ini, maka mereka bukan lagi majikan, dan Anda bukan lagi budak.

Ini tidak boleh terjadi…


Kalau konsumen tidak membayar, maka bad loan di pembukuan perbankan akan menjadi sampah, dan akhirnya diwrite-off, dihapusbukukan. Tetapi neraca harus selalu seimbang kawan… Sisi kiri kalau minus, maka sisi kanan juga harus minus.

Bank harus mencoret modal mereka setara dengan kerugian yang mereka derita. Tapi rasio fractional reserve mereka sudah sangat tinggi, bisa 40-60x, mereka sudah beroperasi nyaris tanpa modal! Resiko ada di pihak penabung. Kalau mereka menderita kerugian, maka uang deposanlah yang harus dikorbankan.

Politisi (pemerintah) sinting mana yang mau mengambil resiko mengorbankan uang deposan secara massal, membiarkan rakyatnya marah karena tabungan mereka menghilang?

Jadi bailout-lah jalan yang dipilih.

Belasan trilyun dolar taruhan para perusahaan finansial sekarang dijamin oleh pemerintah Amerika, Inggris, Jerman, Francis, dan lainnya. Kerugian perbankan akan ditomboki pemerintah mereka dengan menaikkan jumlah hutang pemerintah.

Hutang bertambah, dengan demikian pembayaran hutang (bunga + hutang pokok) setiap tahun juga akan bertambah…

Jangan lupa, pemerintah tidak punya uang… Jadi yang membayar adalah rakyat yang mereka wakili. Masalahnya rakyatnya sekarang pun tidak punya uang… Oops..

Bailout tabungan deposan adalah satu hal, bail out taruhan perusahaan spekulasi adalah hal lainnya.

Tampaknya orang Amerika tidaklah terlalu pintar. Mereka dirampok gila-gilaan oleh para bankir zionis mereka, tetapi secara umum reaksi mereka biasa-biasa saja. Belasan trilyun dolar yang sekarang dijamin oleh pemerintah (pembayar pajak) mayoritas adalah untuk menolong dana taruhan, bukan untuk menolong publik Amerika.

Trilyun Dollar

Bisakah Anda membayangkan ini? Kalau saya punya uang 1 milyar dan kemudian berjudi sebesar 5 milyar dengan meminjam sisa 4 milyar kepada X. Kalau saya salah memasang taruhan, normalnya saya akan kehilangan 1 milyar saya sambil berhutang 4 milyar kepada X.

Yang terjadi kemudian adalah saya menyuruh pemerintahan kota saya membailout taruhan saya dengan memberikan kepada saya 5,5 milyar. 4 milyar untuk membayar X, 1 milyar untuk dikembalikan ke kas saya, dan 0.5 milyar sebagai bonus tahunan saya karena telah berhasil menghindarkan kota saya dari krisis perbankan .

What the fuck!!


2. Jaminan proyek infrastruktur
Dari kasus Yunani, sekarang baru mulai ketahuan, yang menciptakan SPV (Special Purpose Vehicle) bukan hanya perusahaan finansial, ternyata negara juga melakukan hal yang sama, atas arahan perusahaan Rothschild, Goldman Sachs.

Apa yang mereka lakukan adalah menyuruh pemerintah membentuk PPP (Public Private Partnership), perusahaan swasta yang hutang-hutangya dijamin oleh negara. PPP ini mendapatkan tender untuk membangun berbagai macam proyek. Asumsinya adalah kalau proyek sudah selesai, arus pendapatan dari proyek itu (misalnya perusahaan listrik, jalan tol, air minum dll) akan bisa membayar hutang mereka.

Manfaat PPP bagi pemerintah ibarat manfaat SPV bagi perbankan. Hutang-hutang mereka tidak akan muncul di neraca negara, sama seperti hutang-hutang SPV tidak akan muncul di neraca perbankan (off balance sheet), kecuali kalau SPV gagal bayar.

Sekarang, di tengah-tengah resesi global, di mana banyak orang kehilangan pekerjaan, ditambah dengan korupsi internal di berbagai proyek-proyek infrastruktur itu (yang jago korup bukan hanya pajabat Indonesia, di mana-mana sama saja), banyak proyek yang tidak menghasilkan pendapatan, bahkan cukup banyak proyek yang berhenti di tengah jalan. Dan dengan demikian, PPP pun mulai gagal bayar.


Kreditur pun meminta kepada sang penjamin hutang, pemerintah!

Hutang-hutang yang sebelumnya tidak pernah muncul di APBN negara-negara tersebut sekarang mendadak menjadi bagian dari tagihan yang harus dibayar negara.

Bayangkan skenario ini:
Negara X memiliki pendapatan tahunan (pajak + penjualan surat hutang + dividen BUMN) sebesar $100 milyar.
Cicilan pembayaran hutang tahunan sekitar 10% dari pendapatan : $10 milyar.
Sisa $90 milyar untuk biaya operasional pemerintah.

Mendadak mereka diberitahukan bahwa ada hutang yang harus dibayar karena PPP sekarang default sebesar $200 milyar.

Oops… Ke mana mencari uang ini? Menjual surat hutang baru? Kreditur mana lagi yang mau percaya kepada negara ini kalau ternyata selama ini mereka sudah dibohongi karena statistik keuangan pemerintah ini ternyata penuh dengan trik-trik kebohongan.

Rating surat hutang negara X pun jatuh, suku bunga mendadak naik tinggi. Persis di saat di mana mereka kekurangan uang dan membutuhkan bunga hutang yang rendah, suku bunga surat hutang mereka justru naik, dan mendorong mereka lebih keras ke jurang kebangkrutan.

Dan bayangkan kalau hampir semua negara maju sebenarnya mempraktekkan apa yang dilakukan negara X… Ini akan menjadi sebuah tsunami kebangkrutan pemerintah.

Hei, apa benar skala default PPP sedemikian besar? Entahlah, itulah yang saya dengar. Hutang Dubai yang gagal bayar ternyata bukan $80 milyar seperti yang mereka akui beberapa bulan yang lalu, angka yang sebenarnya adalah sekitar $385 milyar! Dan di Yunani, hutang yang mereka sembunyikan adalah 12X lipat hutang resmi yang mereka akui selama tahun-tahun terakhir ini.

Angka definit tentunya susah dipastikan, bagaimanapun perbankan tidak mungkin blak-blakan membocorkan angka riilnya. Semakin buruk angkanya, semakin buruk prospek harga saham mereka!

Timeframe kapan semua sampah ini akan muncul di media akan menghancurkan pasar finansial sekali lagi?

Hm... Saya tidak tahu... Yang pasti, saya percaya pesan Hollywood bahwa 2012 akan terjadi goncangan kemanusiaan hebat bukanlah cerita isapan jempol semata. Para zionis memang cukup aragon untuk percaya apapun yang mereka lakukan, tidak ada yang bisa dilakukan para goyim untuk mencegah mereka. Mulai sekarang sampai akhir 2012, skala berita buruk dan gejolak akan terjadi setiap beberapa bulan seharusnya akan terus meningkat.

Belajar dari pengalaman Indonesia tahun 1998, saya kira apa yang sedang direncanakan para bankir zionis di arena internasional adalah sebagai berikut:
• Negara-negara yang terancam default akan terpaksa melego mayoritas, atau bahkan semua perusahaan-perusahaan negara, terutama usaha-usaha utilitas semacam air minum, listrik, rumah sakit, bank-bank milik negara, bahkan hutan lindung dan lokasi-lokasi kaya sumber daya alam mereka.
• Negara menyerahkan wewenang moneter kepada institusi internasional. Mereka akan didikte, misalnya oleh IMF, World Bank, atau BIS, untuk mendekatkan cita-cita terciptanya mata uang tunggal dunia
• Memperbudak rakyat dan publik dunia dengan hutang-hutang baru maupun rolling over hutang-hutang lama yang seharusnya dibiarkan default.

Poin ketiga hanya bisa dilakukan di negara yang masih sanggup menginflasikan sistem keuangan mereka.

Indonesia memang dihajar dengan keras tahun 1998, dengan kurs yang jatuh dalam sekalipun kita masih bisa tertolong karena demand negara-negara maju masih terus bertambah, alias ekspor kita bisa terus berekspansi.

Kali ini, saat negara-negara tujuan ekspor sendiri yang dihajar, siapa yang menolong kita? Namun, secara pribadi saya merasa porsi hutang rakyat Indonesia masih “rendah,” masih banyak orang yang cukup konservatif, yang belum memiliki hutang-hutang sinting di credit card, kredit kuliah anak, kredit mobil atau rumah kedua / ketiga, dan lainnya. Perjalanan kita untuk mencapai peak credit mungkin masih 1 atau 2 generasi lagi. So, don’t worry… For now.

Yang mengkhawatirkan adalah negara-negara maju: USA, Inggris, dan Eropa Barat. Kalau memang mereka tidak lagi sanggup mengajukan hutang dan membayar lebih banyak daripada yang mereka dapatkan, mereka akan menjadi liabilitas dalam debt based money system.

Nasib liabilitas dalam sistem ini adalah mati! Majikan tidak akan menghabiskan uang mereka yang berharga untuk menghidupi sebuah masyarakat yang tidak lagi menguntungkan mereka.

Pertanyaannya... Bagaimana sebaiknya melikuidasi liabilitas ini…?