Saya rasa semua orang pernah merasa heran, kalau penyebab kemiskinan adalah kurangnya uang, mengapa dunia ini tidak mencetak lebih banyak uang dan menyebarkannya ke penduduk? Siapa tahu semua masalah kemiskinan di dunia bisa selesai dalam seminggu. Ini mungkin akan sama mengharukannya seperti mendengar Michael Jackson menyanyikan Heal The World…
Dan yang juga mengherankan, kalau negara memang bisa mencetak uang, mengapa mereka bisa terjerat dalam hutang, terbenam dalam tanggungjawab untuk membayar barang yang konon bisa mereka ciptakan.
Dengan berlalunya waktu, perlahan-lahan saya baru mulai sadar ternyata yang namanya “fakta” itu relatif, bisa berubah-ubah di dunia, tergantung siapa yang sedang berkuasa, tergantung siapa yang menjadi Sang Pemenang.
Sebagian pelajaran yang saya pelajari di zaman sekolahan, dan sejumlah informasi yang saya baca di koran, kalau dipikir-pikir sebenarnya hanyalah opini publik dan ilusi populer. Dirancang sedemikian rupa supaya sang pemenang akan tetap menjadi pemenang, dan si pecundang tetap akan menjadi pecundang. Yang berada di puncak piramida akan tetap berada di puncak, dan yang bergerombol di sisi bawah piramida akan tetap bergerombol di bawah.
Kita semua hanyalah ikan-ikan kecil di samudra dusta…
Apa yang Anda baca di sini?
Hmm… Mungkin ini termasuk sisa-sisa “fakta” versi si “pecundang.” Ditulis sedemikian rupa supaya para pecundang ini bisa mengetahui mengapa mereka adalah pecundang, dan berharap agar mereka bisa membalikkan situasi dan menciptakan dunia yang berbeda.
Ini ada beberapa postingan sebelumnya, mungkin ada baiknya Anda membacanya duluan.
• Saya menginginkan seluruh dunia plus 5%
• Debt based money system 1
• Debt based money system 2
• Bankir, Rakyat, & Pemerintah
• Kelaparan di Dunia Yang Berlimpah
• Mata Uang & Anggaran Belanja
• Stimulus Pemerintah
• Hak Pemerintah Untuk Mencetak Uang
Anda bisa membayangkan ada banyak sekali uang di dunia, bukan begitu? Uang-uang itu muncul karena ada orang yang mengajukannya ke perbankan. Uang-uang itu mewakili rumah, mobil, mesin, komoditi, dan berbagai hasil kerja keras seluruh penduduk di dunia.
Memang benar yang mencetak uang, medium transaksi resmi yang beredar, biasanya adalah negara, tetapi tidak ada uang yang beredar secara gratis, bahkan oleh negara. Uang hanya akan muncul di tangan seseorang kalau ada seseorang, sebuah institusi, ataupun sebuah negara yang mengajukan hutang terlebih dahulu.
Hari ini, kalau Anda pergi ke bank dan mendapatkan Rp 200 juta untuk membangun rumah impian Anda, maka suplai uang bertambah Rp 200 juta. Beberapa bulan kemudian, saat rumah Anda selesai, orang akan berkata:
"Hei, lihat, ada sebuah rumah, dan ada setumpuk uang, Rp 200 juta, untuk mewakili nilai rumah tersebut. Uang ini akan eksis secara permanen di masyarakat, berpindah tangan dari satu orang ke orang yang lain selama-lamanya."
Tetapi kawan, yang terjadi sebenarnya sedikit berbeda…:
1. Dunia ini bertambah sebuah rumah.
2. Dunia ini bertambah uang Rp 200 juta.
Rp 200 juta ini tercatat di sisi peminjam sebagai hutang (-200), dan di sisi kreditur sebagai piutang (+200). Net resultannya adalah nol. Dan kalau Anda memperhatikan bahwa si peminjam sebenarnya harus membayar lebih dari yang dia dapatkan, maka net resultan dari kejadian ini adalah NEGATIF (dalam satuan rupiah).
Dan satu hal lagi, Rp 200 juta ini, dalam realita, tidaklah eksis secara permanen. Kalau perjanjian kredit Anda dengan bank adalah 5 tahun, maka Rp 200 juta ini hanya akan eksis selama 5 tahun. Kalau perjanjiannya adalah selama 15 tahun, maka Rp 200 juta ini hanya akan eksis selama 15 tahun (abaikan dulu bunga pinjaman, kalau dengan bunga, uang ini akan menghilang sebelum masa kredit berakhir).
Orang-orang yang kemudian mendapatkan bayaran atas beredarnya Rp 200 juta ini, para tukang bangunan, kontraktor, toko bangunan, dll, mereka tentu saja akan menyimpannya sebagai tabungan mereka, dan bertekad untuk tidak berpisah dengan uang mereka dengan sekuat tenaga.
Lantas yang akan Anda gunakan untuk membayar Rp 200 juta ini kepada sang pencipta uang? Ya, itu urusanmu kawan. Hanya Andalah yang tahu. Yang pasti, Anda harus menemukan Rp 200 juta + bunganya dari tangan orang lain yang sumber uang juga sama seperti Anda, kalau bukan dari kredit (hutang), ya berarti dari tabungan yang diperolehnya dari kredit (hutang) orang lain sebelumnya.
Tapi bagaimana kalau apapun cara yang Anda pikirkan, Anda masih juga tidak bisa membayar? Ya, bank akan menyita rumah Anda. Dalam satuan unit rumah, mereka mendapatkan 1 unit rumah Anda. Dalam satuan rupiah, mereka bisa untung, bisa juga rugi, tergantung situasi pasar properti waktu itu.
Kalau Anda pada akhirnya memang gagal bayar, bank akan terpaksa menghapus (write-off) piutang mereka, tetapi tabungan pihak lain (nasabah bank) tidak bisa dihapus begitu saja. Karena itu yang dihapus adalah modal bank sendiri. Dan ketika jumlah debitur gagal bayar seperti Anda sedemikian besar, dan modal bank tidak sanggup lagi menomboki volume uang yang hangus ini, maka tabungan publiklah yang menghilang…
Untuk mencegah kemarahan publik, biasanya negara kemudian akan tampil sebagai sang penyelamat dan menyetor modal ke perbankan. Inilah maksud talangan / bailout. Uang talangan ini datang dari mana? Kalau negara punya uang, itu akan datang dari tabungan negara. Kalau negara tidak punya uang, maka uang itu akan datang lewat hutang negara.
Oleh karena itu, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan ini, maka semua manusia dan semua negara di dunia ini harus saling membantu, mencari peluang dan rencana untuk menciptakan proyek baru, dan demikian menciptakan uang (hutang) baru, supaya pengaruh negatif, resultan atas akumulasi transaksi-transaksi mereka, tidak dirasakan di planet ini.
Species manusia sudah menginflasikan suplai uang (hutang) selama berabad-abad dalam Debt based money system ini. Cara menghindari krisis ekonomi adalah kalau selalu ada sekelompok manusia di dunia ini yang bisa diandalkan untuk terus menginflasikan suplai uang (hutang) dalam volume yang substansial, agar resultan negatif dari transaksi-transaksi sebelumnya dari seluruh species ini tidak dirasakan oleh kita semua.
Keseluruhan sistem keuangan modern sudah sakit sejak detik pertama debt based money system dipraktekkan. Alasan mengapa jarang ada masalah adalah karena kemampuan species manusia untuk mengeksplorasi dunia dan mengajukan hutang baru memanglah sangat besar.
Selama berabad-abad, manusia bukan hanya sanggup mempertahankan suplai uang, manusia bahkan sanggup terus meningkatkan suplai uang (hutang). Species homo sapiens benar-benar luar biasa. Selalu ada caranya menciptakan proyek baru, selalu ada caranya membuka hutan baru, selalu ada caranya menemukan permintaan untuk membangun gedung-gedung mutakhir yang terbaru.
Namun, setiap beberapa generasi, akan tiba sebuah era di mana beban hutang tidak lagi bisa ditanggungi, dan akhirnya konsekuensi logis dari Debt as Money akan dirasakan untuk kurun waktu tertentu. Setiap beberapa generasi Anda akan melihat runtuhnya kemampuan publik untuk mengajukan hutang baru dan kebangkrutan massal. Publik bangkrut karena tidak sanggup membayar, dan perbankan bangkrut karena insolvency yang tidak lagi bisa ditutupi.
Dan kalau Anda perhatikan, skala boom & bust setiap beberapa generasi itu akan terus bertambah besar, baik dari sisi volume uang, maupun dari sisi jumlah populasi yang terlibat.
1 orang di tengah-tengah 5 orang yang kelaparan tidaklah sama dengan 10 orang di tengah-tengah 50 orang yang kelaparan. Mungkin para penggemar rasio akan berargumentasi bahwa kedua-duanya sama saja, hanya 20% dari populasi… Tapi 1 tetaplah bukan 10…
1 juta manusia yang kehilangan pekerjaan tidaklah sama dengan 10 juta manusia yang kehilangan pekerjaan. Saya sedang membicarakan jumlah nyawa manusia yang terkena akibat kawan… Kalau depresi sebelumnya berakhir dengan likuidasi liabilitas (perang dunia) yang membunuh puluhan juta orang, berapa orang yang akan dikorbankan di siklus kali ini? Ratusan juta? 1 milyar? Atau berapa? Dan lewat cara apa?
Hutang Pemerintah
Debt based money system + riba akan membawa dampak negatif tak berujung di manapun sistem ini dipraktekkan (malangnya, sistem ini dipraktekkan di seluruh negara). Dengan berlalunya waktu, tahun demi tahun, generasi demi generasi, yang akan terjadi hanyalah kemiskinan yang terus bertambah besar dan masalah sosial-politik-budaya yang tak habis-habisnya.
Pemerintah eksis untuk menyelesaikan masalah publik. Semakin banyak masalah, semakin besar skala pemerintah. Dalam konteks hubungan antara skala pemerintah dengan perkembangan negara, apakah sebuah negara termasuk maju atau tidak, Anda perlu menggunakan sedikit imajinasi Anda, mana sebab-mana akibat.
Apakah publik yang produktif yang membuat sebuah bangsa menjadi besar, atau sebuah skala pemerintahan yang besar yang membuat sebuah bangsa menjadi besar? Orang bisa berargumentasi di kedua arah sekaligus, dan kedua belah pihak memang akan menemukan beberapa poin yang valid.
Namun, motor penggerak utama apakah sebuah bangsa bisa maju atau tidak, tetap adalah rakyat mereka. Rakyat yang cerdas, kreatif, dan pekerja keras akan bisa menghasilkan produksi yang bisa dijual keluar, dan kemudian mengumpulkan kekayaan. Setelah itu, barulah pemerintahan mereka bisa menemukan sumber uang / mesin ATM mereka, baik lewat penarikan pajak maupun lewat penjualan surat hutang.
Skala pemerintah (termasuk skala hutang mereka) tidak menyebabkan bangsa mereka menjadi besar. Sebaliknya, skala pemerintah justru berhubungan secara signifikan dengan akumulasi masalah ekonomi-sosial-politik-budaya yang terjadi di negara tersebut. Itu adalah akibat, bukan sebab.
Hal lainnya, saya pernah menjelaskannya sebelumnya, konsumen membayar bunga atas uang yang mereka minta dari perbankan. Dan mereka membayar sekali lagi saat pemerintah menerbitkan surat hutang. Ingat, kita sedang hidup di sebuah sistem di mana semua uang pemerintah pasti secara langsung ataupun tidak langsung diambil dari rakyat mereka. Surat hutang negara tidak dibayar oleh negara, itu dibayar oleh publik.
Sekalipun ada sebuah negara yang surat hutangnya dibiayai secara masif oleh rakyat mereka sendiri. Uang berpindah tangan dari rakyat yang satu ke pemerintah dan lalu kembali ke tangan rakyat yang lain. Lantas apakah itu kemudian pantas disebut fenomena yang baik? Kalau itu adalah hal yang baik, mengapa tidak sekalian saja menaikkan pajak penghasilan menjadi 50%, 70%, atau 90%? Toh uang tetap beredar di negara sendiri.
Hehe... Ini akan menjadi kekonyolan besar, tetapi tidak lucu. Dengan pajak yang sedemikian tinggi, siapalah yang mau bekerja? Siapalah yang mau menjadi wirausahawan? Nyaris semua jerih payah orang-orang yang produktif akan diminta kembali oleh pemerintahan mereka!
Keadaan menjadi lebih rumit ketika surat hutang sebuah negara dibiayai dari uang dari luar negeri, dan juga dalam mata uang luar negeri. Bayangkan negeri X…
X meminjam USD 1 milyar dari World Bank. Katanya uang ini adalah untuk pembangunan jalan raya di negara X. Tapi ternyata World Bank tidak hanya memberikan uang, mereka juga menunjuk lansung siapa yang menjadi kontraktor utama dan supplier material, yang sebenarnya adalah bagian dari kroni para bankir di negara mereka sendiri. Uang mengalir dari World Bank ke rekening lain yang juga ditunjuk oleh World Bank. Dari USD 1 milyar ini, misalnya hanya USD 400 juta yang akhirnya beredar di negara X.
Pertanyaannya, bagaimana caranya negara X menemukan USD 600 juta + bunga untuk dikembalikan ke World Bank?
Jawaban populer mungkin adalah dengan selesainya jalan baru ini, masyarakat bisa memproduksi secara lebih efektif dan efisien, dan lama-kelamaan hutang akan terbayar, pokoknya pasti akan terbayar. Bagaimaan matematika asumsi ini bisa dijustifikasi, nobody cares, it just doesn’t matter you idiot…
Tapi kawan… Paska selesainya proyek, sisa USD 400 juta tadi sekarang sudah menjadi tabungan rakyat X yang bekerja di proyek itu, itu bukan lagi uang negara X. USD hanya bisa masuk ke kantong negara X atas pajak dari rakyatnya. Dari total pinjaman USD 1 milyar ini, anggaplah hanya ada USD 50 juta yang bisa kembali ke pemerintah menjadi pajak, lantas sisa USD 950 juta + bunga yang harus dibayarkan akan datang dari mana? Jalan raya itu tidak akan serta-merta menghasilkan dolar bagi pemerintahan negara X. Uang USD itu harus datang lewat cara yang lain.
Berapa banyak sebenarnya rakyat mereka harus menjual barang ke luar negeri, berapa banyak sebenarnya negara X harus mengeksplorasi alamnya dan menjualnya keluar, supaya pemerintah negara X bisa mendapatkan pajak yang cukup untuk membayar tagihan USD 1 milyar + bunga ini?
Dan pertanyaan yang lebih mendasar lagi, apa bedanya USD dengan uang negara X? Mengapa ada proyek yang bisa dilaksanakan dengan uang yang dicetak Federal Reserve tetapi proyek yang sama tidak boleh dilaksanakan dengan uang yang dicetak bank negara X?
Anyway… ini memang masalah yang kompleks. Transaksi hutang perlu dianalisa case by case, karena setiap kasus memang berbeda.
Hal lain yang perlu Anda sadari adalah permasalahan hutang negara tidaklah berjalan sendiri, bersamaan dengan pasar valuta asing (kontrol nilai tukar mata uang), hutang luar negeri, selain beberapa sisi positifnya, juga membawa sisi negatif yang bisa sangat berbahaya.
Jadi, sehubungan dengan isu peranan pemerintah, Anda memang harus menggunakan imajinasi untuk memahami masalah. Apakah Anda benar-benar ingin hidup di negara yang penuh dengan campur tangan pemerintah atau tidak? Dan yang lebih penting lagi, apakah Anda ingin mempertahankan sistem debt as money, sistem yang memastikan akan ada semakin banyak masalah di masyarakat, sistem yang memastikan skala pemerintah (termasuk hutang pemerintah) yang akan terus bertambah besar, sistem yang memastikan akan ada semakin banyak tagihan dan pajak yang harus dibayar oleh anggota masyarakat yang masih produktif untuk menolong rekan-rekan mereka yang telah jatuh menjadi pecundang dalam sistem debt as money ini.
Ada sejumlah berita yang mengatakan bahwa sejumlah negara sudah mengurangi pajak kepada rakyatnya dalam menghadapi krisis global ini. Apa sebenarnya yang terjadi? Bukankah APBN berbagai negara sesungguhnya sedang meningkat karena mereka sedang melancarkan proyek “stimulus” masing-masing?
Anda masih ingat pos penerimaan negara?
• Pajak
• Dividen perusahaan negara
• & Penerbitan berbagai jenis surat hutang
Kalau setoran pajak berkurang, dan pemasukan dividen perusahaan negara tidak bertambah, maka cara lain yang pemerintah gunakan untuk menutupi anggaran mereka pasti adalah dengan peningkatan penerbitan surat hutang negara. Efeknya sama saja, sebab yang membayar surat hutang tetap adalah rakyat mereka. Yang berbeda adalah timing pembayarannya. Kalau penerbitan surat hutang berhasil, maka setoran pajak yang perlu pemerintah tagih bisa diundur… Tetapi diundur tidak sama dengan dikurangi kawan… Diundur versi ini akan menyebabkan tagihan pajak yang semakin membesar di masa mendatang.
Kecuali Anda sama sekali tidak membaca berita, bila tidak Anda seharusnya tahu bahwa negara-negara “maju” seperti Amerika dan Inggris sebenarnya sudah sangat dekat dengan kebangkrutan. Mengapa masih ada begitu banyak orang yang justru mengagungkan mereka dan menganjurkan bahwa kita perlu meniru langkah-langkah mereka? Naikkan terus volume hutang, baik hutang konsumen maupun hutang negara, it doesn’t matter baby, just follow USA!
Dalam sistem yang kita anut, pemerintah tidak bisa menciptakan uang mereka sendiri. Pemerintah sesungguhnya hanya bisa meminjam… They can only borrow… Dan ketika Anda mendengar bahwa pemerintah sedang “mencetak uang” (monetisasi), apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan adalah mereka sedang meminjam uang masa depan rakyat mereka. Mengapa? Sebab uang “cetakan” itu akan dibayar kembali dalam bentuk pajak yang ditagih kepada rakyat mereka di tahun-tahun mendatang.
Mengenai monetisasi, kalau disederhanakan, kredit konsumen adalah monetisasi dalam skala retail. Negara yang "mencetak uang" adalah monetisasi skala nasional.
Kapan pemerintah akan “mencetak uang”? Jawabannya adalah ketika mereka gagal meminjam. Tidak masalah pinjaman dicari dari dalam negeri ataupun luar negeri. Ketika tidak ada yang mau meminjami mereka secara suka rela, alternatif mereka hanyalah “meminjam secara paksa.”
Apakah saya sedang memojokkan pemerintah dalam blog ini?
Saya tidak merasa demikian. Sebaliknya, saya sebenarnya sedang mencoba menolong mereka, dan menolong diri kita sendiri.
Coba Anda bayangkan situasi ini:
Sekelompok orang terdampar di sebuah pulau terpencil. Di antara mereka, ada tenaga kerja yang masih muda dan kuat. Dan di pulau tersebut, ternyata tersedia material bangunan seperti pasir, semen, batu, kabel, dan lainnya. Dan orang-orang ini sebenarnya membutuhkan sebuah bangunan sebagai tempat berteduh mereka.
Tetapi, karena tidak ada uang sebagai medium transaksi, para pemuda itu pun menganggur. Mereka menghabiskan waktu mereka meratapi nasib buruk mereka, dan membayangkan betapa nikmatnya berada di kota mereka sebelumnya.
Mungkin kedengarannya terlalu ekstrim, tetapi sesungguhnya hal seperti ini bisa saja terjadi, apalagi dalam masyarakat yang kompleks. Otak kita sudah ketagihan dengan uang. Tanpa uang, masyarakat tidak berfungsi. Peradaban pun bisa macet.
Ini kenyataan.
Pemerintah negara XYZ bisa mengabaikan sejumlah pekerjaan umum mereka hanya karena tidak ada uang. Dan orang-orang tidak pernah bertanya, kalau rakyat bisa menciptakan uang untuk berbagai produk yang mereka produksi, mengapa pemerintah tidak boleh menciptakan uang atas infrastruktur yang mereka bangun?
Mengapa uang pemerintah harus berasal dari uang-uang yang eksis sebelumnya? Pemerintah mencetak uang itu inflationary? Harga akan melambung ke langit? Bisa ya dan tidak, tergantung apa yang mereka lakukan dengan uang itu.
Tetapi, kalau orang bisa menuduh tindakan pemerintah untuk mencetak uang itu inflationary, mengapa mereka tidak pernah berdemo ke bank komersial dan melemparkan isu yang sama?
Bank komersial melakukannya setiap hari, sepanjang tahun, dan sudah berlangsung selama berabad-abad! Kredit, dalam praktek, adalah uang. Dan perbankan sudah mencitakan kredit selama ratusan tahun.
Mengapa kalau sebuah negara mencetak uang biasanya mata uangnya jatuh? Ya sekali lagi, tergantung apa yang mereka lakukan dengan uang itu. Di postingan sebelumnya saya pernah mengatakan kepada Anda bahwa tidak semua uang yang diciptakan menghasilkan nilai yang sama.
Menciptakan uang untuk membuat jalan tidaklah sama dengan menciptakan uang untuk menomboki modal sebuah bank. Menciptakan uang untuk membangun stasiun pembangkit listrik tidaklah sama dengan menciptakan uang untuk membayar tagihan kartu kredit.
Penyebab kedua jatuhnya mata uang adalah invisible hand Sang Majikan di puncak piramida. Kalau hari ini Anda mendengar pemerintah negara X memutuskan untuk mencetak sejumlah uang, bukan hutang kepada siapapun, untuk digunakan di negara mereka, Anda bisa bertaruh mata uang mereka akan langsung dihancurkan di pasar valas di London dan New York dalam waktu singkat.
Dan kalau hari ini, yang sedang melakukan quantitave-easing adalah Indonesia, dan bukannya Amerika, Anda bisa bertaruh rupiah yang ada di rekening Anda sekarang sudah jatuh sangat drastis nilainya.
Everybody is not equal my friend…
Hak untuk menciptakan uang adalah milik para Money Masters secara eksklusif. Penguasa tertinggi di dunia adalah bankir yang bisa memproduksi uang di puncak piramida dunia. Di bawah mereka adalah bankir-bankir lokal dengan pengaruh yang lebih minor. Jangan berharap mereka mau melepaskan sistem moneter seperti ini.
Pengaruh hutang negara terhadap rakyat mereka sering kali tidak kasat mata. Dan para aktor di belakang layar, mereka bisa sama sekali tak terdengar di media. Media akan sibuk menulis berita politisi dan partai politik mana yang bisa menyelesaikan masalah, atau politisi dan partai politik mana yang tidak bisa menyelesaikan masalah, tetapi mereka tidak akan melaporkan asal-muasal masalah yang sebenarnya.
Untuk setiap 1 sen uang yang dibayar kepada World Bank, negara X kehilangan 1 sen uang yang mungkin bisa dipakai untuk menyekolahkan anak-anak mereka, menjaga fakir miskin mereka, dan memelihara infrastruktur mereka. Ini semua tidak kelihatan kecuali Anda mengimajinasikannya.
Anda dibujuk membayar pajak, dibombardir dengan slogan "Orang Bijak Taat Pajak,” bahwa uang itu adalah untuk Anda juga, negara membutuhkan uang untuk membangun ini dan membangun itu. Memang kata-kata itu tidak sepenuhnya salah, tapi kalimat itu juga tidak sepenuhnya jujur. Jarang-jarang Anda akan mendengar bahwa negara juga membutuhkan pajak Anda untuk membayar IMF, World Bank, ADB, dan majikan-majikan lainnya, bukan begitu?
Bagi orang yang tidak menyukai topik zionisme dan isu politik yang lain, kabar baiknya adalah Anda memang tidak harus memikirkannya. Just follow the money. Kalau Anda bisa membayangkan bagaimana aliran uang mengalir di dunia, perlahan-lahan Anda akan memahaminya sendiri.
Zionis tidak harus eksis secara fisik di negara manapun. Yang mereka perlukan hanyalah memastikan bahwa Anda berada di dalam bagan piramid keuangan mereka. Memungut $100 dari setiap orang di sebuah negara dengan 1 juta penduduk tanpa paksaan yang terlalu kasat mata bahkan lebih efektif dibandingkan dengan menduduki secara paksa suatu negara dengan 1 juta penduduk dan kemudian merampok mereka $100 juta.
Adalah pilihan Anda, apakah Anda tertarik untuk menyebarkan “fakta” versi “pecundang” ini kepada ikan-ikan kecil lainnya, bila tidak saya hanya bisa mengatakan kepada Anda… Selamat berjuang dan memanjat bagan piramida dunia... Moga-moga bukan Anda sebagai korban berikut yang akan tenggelam di samudra dusta…
• Link APBN
• Seputar Hutang Indonesia
Dan yang juga mengherankan, kalau negara memang bisa mencetak uang, mengapa mereka bisa terjerat dalam hutang, terbenam dalam tanggungjawab untuk membayar barang yang konon bisa mereka ciptakan.
Dengan berlalunya waktu, perlahan-lahan saya baru mulai sadar ternyata yang namanya “fakta” itu relatif, bisa berubah-ubah di dunia, tergantung siapa yang sedang berkuasa, tergantung siapa yang menjadi Sang Pemenang.
Sebagian pelajaran yang saya pelajari di zaman sekolahan, dan sejumlah informasi yang saya baca di koran, kalau dipikir-pikir sebenarnya hanyalah opini publik dan ilusi populer. Dirancang sedemikian rupa supaya sang pemenang akan tetap menjadi pemenang, dan si pecundang tetap akan menjadi pecundang. Yang berada di puncak piramida akan tetap berada di puncak, dan yang bergerombol di sisi bawah piramida akan tetap bergerombol di bawah.
Kita semua hanyalah ikan-ikan kecil di samudra dusta…
Apa yang Anda baca di sini?
Hmm… Mungkin ini termasuk sisa-sisa “fakta” versi si “pecundang.” Ditulis sedemikian rupa supaya para pecundang ini bisa mengetahui mengapa mereka adalah pecundang, dan berharap agar mereka bisa membalikkan situasi dan menciptakan dunia yang berbeda.
Ini ada beberapa postingan sebelumnya, mungkin ada baiknya Anda membacanya duluan.
Anda bisa membayangkan ada banyak sekali uang di dunia, bukan begitu? Uang-uang itu muncul karena ada orang yang mengajukannya ke perbankan. Uang-uang itu mewakili rumah, mobil, mesin, komoditi, dan berbagai hasil kerja keras seluruh penduduk di dunia.
Memang benar yang mencetak uang, medium transaksi resmi yang beredar, biasanya adalah negara, tetapi tidak ada uang yang beredar secara gratis, bahkan oleh negara. Uang hanya akan muncul di tangan seseorang kalau ada seseorang, sebuah institusi, ataupun sebuah negara yang mengajukan hutang terlebih dahulu.
Hari ini, kalau Anda pergi ke bank dan mendapatkan Rp 200 juta untuk membangun rumah impian Anda, maka suplai uang bertambah Rp 200 juta. Beberapa bulan kemudian, saat rumah Anda selesai, orang akan berkata:
"Hei, lihat, ada sebuah rumah, dan ada setumpuk uang, Rp 200 juta, untuk mewakili nilai rumah tersebut. Uang ini akan eksis secara permanen di masyarakat, berpindah tangan dari satu orang ke orang yang lain selama-lamanya."
Tetapi kawan, yang terjadi sebenarnya sedikit berbeda…:
1. Dunia ini bertambah sebuah rumah.
2. Dunia ini bertambah uang Rp 200 juta.
Rp 200 juta ini tercatat di sisi peminjam sebagai hutang (-200), dan di sisi kreditur sebagai piutang (+200). Net resultannya adalah nol. Dan kalau Anda memperhatikan bahwa si peminjam sebenarnya harus membayar lebih dari yang dia dapatkan, maka net resultan dari kejadian ini adalah NEGATIF (dalam satuan rupiah).
Dan satu hal lagi, Rp 200 juta ini, dalam realita, tidaklah eksis secara permanen. Kalau perjanjian kredit Anda dengan bank adalah 5 tahun, maka Rp 200 juta ini hanya akan eksis selama 5 tahun. Kalau perjanjiannya adalah selama 15 tahun, maka Rp 200 juta ini hanya akan eksis selama 15 tahun (abaikan dulu bunga pinjaman, kalau dengan bunga, uang ini akan menghilang sebelum masa kredit berakhir).
Orang-orang yang kemudian mendapatkan bayaran atas beredarnya Rp 200 juta ini, para tukang bangunan, kontraktor, toko bangunan, dll, mereka tentu saja akan menyimpannya sebagai tabungan mereka, dan bertekad untuk tidak berpisah dengan uang mereka dengan sekuat tenaga.
Lantas yang akan Anda gunakan untuk membayar Rp 200 juta ini kepada sang pencipta uang? Ya, itu urusanmu kawan. Hanya Andalah yang tahu. Yang pasti, Anda harus menemukan Rp 200 juta + bunganya dari tangan orang lain yang sumber uang juga sama seperti Anda, kalau bukan dari kredit (hutang), ya berarti dari tabungan yang diperolehnya dari kredit (hutang) orang lain sebelumnya.
Tapi bagaimana kalau apapun cara yang Anda pikirkan, Anda masih juga tidak bisa membayar? Ya, bank akan menyita rumah Anda. Dalam satuan unit rumah, mereka mendapatkan 1 unit rumah Anda. Dalam satuan rupiah, mereka bisa untung, bisa juga rugi, tergantung situasi pasar properti waktu itu.
Kalau Anda pada akhirnya memang gagal bayar, bank akan terpaksa menghapus (write-off) piutang mereka, tetapi tabungan pihak lain (nasabah bank) tidak bisa dihapus begitu saja. Karena itu yang dihapus adalah modal bank sendiri. Dan ketika jumlah debitur gagal bayar seperti Anda sedemikian besar, dan modal bank tidak sanggup lagi menomboki volume uang yang hangus ini, maka tabungan publiklah yang menghilang…
Untuk mencegah kemarahan publik, biasanya negara kemudian akan tampil sebagai sang penyelamat dan menyetor modal ke perbankan. Inilah maksud talangan / bailout. Uang talangan ini datang dari mana? Kalau negara punya uang, itu akan datang dari tabungan negara. Kalau negara tidak punya uang, maka uang itu akan datang lewat hutang negara.
Oleh karena itu, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan ini, maka semua manusia dan semua negara di dunia ini harus saling membantu, mencari peluang dan rencana untuk menciptakan proyek baru, dan demikian menciptakan uang (hutang) baru, supaya pengaruh negatif, resultan atas akumulasi transaksi-transaksi mereka, tidak dirasakan di planet ini.
Species manusia sudah menginflasikan suplai uang (hutang) selama berabad-abad dalam Debt based money system ini. Cara menghindari krisis ekonomi adalah kalau selalu ada sekelompok manusia di dunia ini yang bisa diandalkan untuk terus menginflasikan suplai uang (hutang) dalam volume yang substansial, agar resultan negatif dari transaksi-transaksi sebelumnya dari seluruh species ini tidak dirasakan oleh kita semua.
Keseluruhan sistem keuangan modern sudah sakit sejak detik pertama debt based money system dipraktekkan. Alasan mengapa jarang ada masalah adalah karena kemampuan species manusia untuk mengeksplorasi dunia dan mengajukan hutang baru memanglah sangat besar.
Selama berabad-abad, manusia bukan hanya sanggup mempertahankan suplai uang, manusia bahkan sanggup terus meningkatkan suplai uang (hutang). Species homo sapiens benar-benar luar biasa. Selalu ada caranya menciptakan proyek baru, selalu ada caranya membuka hutan baru, selalu ada caranya menemukan permintaan untuk membangun gedung-gedung mutakhir yang terbaru.
Namun, setiap beberapa generasi, akan tiba sebuah era di mana beban hutang tidak lagi bisa ditanggungi, dan akhirnya konsekuensi logis dari Debt as Money akan dirasakan untuk kurun waktu tertentu. Setiap beberapa generasi Anda akan melihat runtuhnya kemampuan publik untuk mengajukan hutang baru dan kebangkrutan massal. Publik bangkrut karena tidak sanggup membayar, dan perbankan bangkrut karena insolvency yang tidak lagi bisa ditutupi.
Dan kalau Anda perhatikan, skala boom & bust setiap beberapa generasi itu akan terus bertambah besar, baik dari sisi volume uang, maupun dari sisi jumlah populasi yang terlibat.
1 orang di tengah-tengah 5 orang yang kelaparan tidaklah sama dengan 10 orang di tengah-tengah 50 orang yang kelaparan. Mungkin para penggemar rasio akan berargumentasi bahwa kedua-duanya sama saja, hanya 20% dari populasi… Tapi 1 tetaplah bukan 10…
1 juta manusia yang kehilangan pekerjaan tidaklah sama dengan 10 juta manusia yang kehilangan pekerjaan. Saya sedang membicarakan jumlah nyawa manusia yang terkena akibat kawan… Kalau depresi sebelumnya berakhir dengan likuidasi liabilitas (perang dunia) yang membunuh puluhan juta orang, berapa orang yang akan dikorbankan di siklus kali ini? Ratusan juta? 1 milyar? Atau berapa? Dan lewat cara apa?
Hutang Pemerintah
Debt based money system + riba akan membawa dampak negatif tak berujung di manapun sistem ini dipraktekkan (malangnya, sistem ini dipraktekkan di seluruh negara). Dengan berlalunya waktu, tahun demi tahun, generasi demi generasi, yang akan terjadi hanyalah kemiskinan yang terus bertambah besar dan masalah sosial-politik-budaya yang tak habis-habisnya.
Pemerintah eksis untuk menyelesaikan masalah publik. Semakin banyak masalah, semakin besar skala pemerintah. Dalam konteks hubungan antara skala pemerintah dengan perkembangan negara, apakah sebuah negara termasuk maju atau tidak, Anda perlu menggunakan sedikit imajinasi Anda, mana sebab-mana akibat.
Apakah publik yang produktif yang membuat sebuah bangsa menjadi besar, atau sebuah skala pemerintahan yang besar yang membuat sebuah bangsa menjadi besar? Orang bisa berargumentasi di kedua arah sekaligus, dan kedua belah pihak memang akan menemukan beberapa poin yang valid.
Namun, motor penggerak utama apakah sebuah bangsa bisa maju atau tidak, tetap adalah rakyat mereka. Rakyat yang cerdas, kreatif, dan pekerja keras akan bisa menghasilkan produksi yang bisa dijual keluar, dan kemudian mengumpulkan kekayaan. Setelah itu, barulah pemerintahan mereka bisa menemukan sumber uang / mesin ATM mereka, baik lewat penarikan pajak maupun lewat penjualan surat hutang.
Skala pemerintah (termasuk skala hutang mereka) tidak menyebabkan bangsa mereka menjadi besar. Sebaliknya, skala pemerintah justru berhubungan secara signifikan dengan akumulasi masalah ekonomi-sosial-politik-budaya yang terjadi di negara tersebut. Itu adalah akibat, bukan sebab.
Hal lainnya, saya pernah menjelaskannya sebelumnya, konsumen membayar bunga atas uang yang mereka minta dari perbankan. Dan mereka membayar sekali lagi saat pemerintah menerbitkan surat hutang. Ingat, kita sedang hidup di sebuah sistem di mana semua uang pemerintah pasti secara langsung ataupun tidak langsung diambil dari rakyat mereka. Surat hutang negara tidak dibayar oleh negara, itu dibayar oleh publik.
Sekalipun ada sebuah negara yang surat hutangnya dibiayai secara masif oleh rakyat mereka sendiri. Uang berpindah tangan dari rakyat yang satu ke pemerintah dan lalu kembali ke tangan rakyat yang lain. Lantas apakah itu kemudian pantas disebut fenomena yang baik? Kalau itu adalah hal yang baik, mengapa tidak sekalian saja menaikkan pajak penghasilan menjadi 50%, 70%, atau 90%? Toh uang tetap beredar di negara sendiri.
Hehe... Ini akan menjadi kekonyolan besar, tetapi tidak lucu. Dengan pajak yang sedemikian tinggi, siapalah yang mau bekerja? Siapalah yang mau menjadi wirausahawan? Nyaris semua jerih payah orang-orang yang produktif akan diminta kembali oleh pemerintahan mereka!
Keadaan menjadi lebih rumit ketika surat hutang sebuah negara dibiayai dari uang dari luar negeri, dan juga dalam mata uang luar negeri. Bayangkan negeri X…
X meminjam USD 1 milyar dari World Bank. Katanya uang ini adalah untuk pembangunan jalan raya di negara X. Tapi ternyata World Bank tidak hanya memberikan uang, mereka juga menunjuk lansung siapa yang menjadi kontraktor utama dan supplier material, yang sebenarnya adalah bagian dari kroni para bankir di negara mereka sendiri. Uang mengalir dari World Bank ke rekening lain yang juga ditunjuk oleh World Bank. Dari USD 1 milyar ini, misalnya hanya USD 400 juta yang akhirnya beredar di negara X.
Pertanyaannya, bagaimana caranya negara X menemukan USD 600 juta + bunga untuk dikembalikan ke World Bank?
Jawaban populer mungkin adalah dengan selesainya jalan baru ini, masyarakat bisa memproduksi secara lebih efektif dan efisien, dan lama-kelamaan hutang akan terbayar, pokoknya pasti akan terbayar. Bagaimaan matematika asumsi ini bisa dijustifikasi, nobody cares, it just doesn’t matter you idiot…
Tapi kawan… Paska selesainya proyek, sisa USD 400 juta tadi sekarang sudah menjadi tabungan rakyat X yang bekerja di proyek itu, itu bukan lagi uang negara X. USD hanya bisa masuk ke kantong negara X atas pajak dari rakyatnya. Dari total pinjaman USD 1 milyar ini, anggaplah hanya ada USD 50 juta yang bisa kembali ke pemerintah menjadi pajak, lantas sisa USD 950 juta + bunga yang harus dibayarkan akan datang dari mana? Jalan raya itu tidak akan serta-merta menghasilkan dolar bagi pemerintahan negara X. Uang USD itu harus datang lewat cara yang lain.
Berapa banyak sebenarnya rakyat mereka harus menjual barang ke luar negeri, berapa banyak sebenarnya negara X harus mengeksplorasi alamnya dan menjualnya keluar, supaya pemerintah negara X bisa mendapatkan pajak yang cukup untuk membayar tagihan USD 1 milyar + bunga ini?
Dan pertanyaan yang lebih mendasar lagi, apa bedanya USD dengan uang negara X? Mengapa ada proyek yang bisa dilaksanakan dengan uang yang dicetak Federal Reserve tetapi proyek yang sama tidak boleh dilaksanakan dengan uang yang dicetak bank negara X?
Anyway… ini memang masalah yang kompleks. Transaksi hutang perlu dianalisa case by case, karena setiap kasus memang berbeda.
Hal lain yang perlu Anda sadari adalah permasalahan hutang negara tidaklah berjalan sendiri, bersamaan dengan pasar valuta asing (kontrol nilai tukar mata uang), hutang luar negeri, selain beberapa sisi positifnya, juga membawa sisi negatif yang bisa sangat berbahaya.
Jadi, sehubungan dengan isu peranan pemerintah, Anda memang harus menggunakan imajinasi untuk memahami masalah. Apakah Anda benar-benar ingin hidup di negara yang penuh dengan campur tangan pemerintah atau tidak? Dan yang lebih penting lagi, apakah Anda ingin mempertahankan sistem debt as money, sistem yang memastikan akan ada semakin banyak masalah di masyarakat, sistem yang memastikan skala pemerintah (termasuk hutang pemerintah) yang akan terus bertambah besar, sistem yang memastikan akan ada semakin banyak tagihan dan pajak yang harus dibayar oleh anggota masyarakat yang masih produktif untuk menolong rekan-rekan mereka yang telah jatuh menjadi pecundang dalam sistem debt as money ini.
Ada sejumlah berita yang mengatakan bahwa sejumlah negara sudah mengurangi pajak kepada rakyatnya dalam menghadapi krisis global ini. Apa sebenarnya yang terjadi? Bukankah APBN berbagai negara sesungguhnya sedang meningkat karena mereka sedang melancarkan proyek “stimulus” masing-masing?
Anda masih ingat pos penerimaan negara?
• Pajak
• Dividen perusahaan negara
• & Penerbitan berbagai jenis surat hutang
Kalau setoran pajak berkurang, dan pemasukan dividen perusahaan negara tidak bertambah, maka cara lain yang pemerintah gunakan untuk menutupi anggaran mereka pasti adalah dengan peningkatan penerbitan surat hutang negara. Efeknya sama saja, sebab yang membayar surat hutang tetap adalah rakyat mereka. Yang berbeda adalah timing pembayarannya. Kalau penerbitan surat hutang berhasil, maka setoran pajak yang perlu pemerintah tagih bisa diundur… Tetapi diundur tidak sama dengan dikurangi kawan… Diundur versi ini akan menyebabkan tagihan pajak yang semakin membesar di masa mendatang.
Kecuali Anda sama sekali tidak membaca berita, bila tidak Anda seharusnya tahu bahwa negara-negara “maju” seperti Amerika dan Inggris sebenarnya sudah sangat dekat dengan kebangkrutan. Mengapa masih ada begitu banyak orang yang justru mengagungkan mereka dan menganjurkan bahwa kita perlu meniru langkah-langkah mereka? Naikkan terus volume hutang, baik hutang konsumen maupun hutang negara, it doesn’t matter baby, just follow USA!
Dalam sistem yang kita anut, pemerintah tidak bisa menciptakan uang mereka sendiri. Pemerintah sesungguhnya hanya bisa meminjam… They can only borrow… Dan ketika Anda mendengar bahwa pemerintah sedang “mencetak uang” (monetisasi), apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan adalah mereka sedang meminjam uang masa depan rakyat mereka. Mengapa? Sebab uang “cetakan” itu akan dibayar kembali dalam bentuk pajak yang ditagih kepada rakyat mereka di tahun-tahun mendatang.
Mengenai monetisasi, kalau disederhanakan, kredit konsumen adalah monetisasi dalam skala retail. Negara yang "mencetak uang" adalah monetisasi skala nasional.
Kapan pemerintah akan “mencetak uang”? Jawabannya adalah ketika mereka gagal meminjam. Tidak masalah pinjaman dicari dari dalam negeri ataupun luar negeri. Ketika tidak ada yang mau meminjami mereka secara suka rela, alternatif mereka hanyalah “meminjam secara paksa.”
Apakah saya sedang memojokkan pemerintah dalam blog ini?
Saya tidak merasa demikian. Sebaliknya, saya sebenarnya sedang mencoba menolong mereka, dan menolong diri kita sendiri.
Coba Anda bayangkan situasi ini:
Sekelompok orang terdampar di sebuah pulau terpencil. Di antara mereka, ada tenaga kerja yang masih muda dan kuat. Dan di pulau tersebut, ternyata tersedia material bangunan seperti pasir, semen, batu, kabel, dan lainnya. Dan orang-orang ini sebenarnya membutuhkan sebuah bangunan sebagai tempat berteduh mereka.
Tetapi, karena tidak ada uang sebagai medium transaksi, para pemuda itu pun menganggur. Mereka menghabiskan waktu mereka meratapi nasib buruk mereka, dan membayangkan betapa nikmatnya berada di kota mereka sebelumnya.
Mungkin kedengarannya terlalu ekstrim, tetapi sesungguhnya hal seperti ini bisa saja terjadi, apalagi dalam masyarakat yang kompleks. Otak kita sudah ketagihan dengan uang. Tanpa uang, masyarakat tidak berfungsi. Peradaban pun bisa macet.
Ini kenyataan.
Pemerintah negara XYZ bisa mengabaikan sejumlah pekerjaan umum mereka hanya karena tidak ada uang. Dan orang-orang tidak pernah bertanya, kalau rakyat bisa menciptakan uang untuk berbagai produk yang mereka produksi, mengapa pemerintah tidak boleh menciptakan uang atas infrastruktur yang mereka bangun?
Mengapa uang pemerintah harus berasal dari uang-uang yang eksis sebelumnya? Pemerintah mencetak uang itu inflationary? Harga akan melambung ke langit? Bisa ya dan tidak, tergantung apa yang mereka lakukan dengan uang itu.
Tetapi, kalau orang bisa menuduh tindakan pemerintah untuk mencetak uang itu inflationary, mengapa mereka tidak pernah berdemo ke bank komersial dan melemparkan isu yang sama?
Bank komersial melakukannya setiap hari, sepanjang tahun, dan sudah berlangsung selama berabad-abad! Kredit, dalam praktek, adalah uang. Dan perbankan sudah mencitakan kredit selama ratusan tahun.
Mengapa kalau sebuah negara mencetak uang biasanya mata uangnya jatuh? Ya sekali lagi, tergantung apa yang mereka lakukan dengan uang itu. Di postingan sebelumnya saya pernah mengatakan kepada Anda bahwa tidak semua uang yang diciptakan menghasilkan nilai yang sama.
Menciptakan uang untuk membuat jalan tidaklah sama dengan menciptakan uang untuk menomboki modal sebuah bank. Menciptakan uang untuk membangun stasiun pembangkit listrik tidaklah sama dengan menciptakan uang untuk membayar tagihan kartu kredit.
Penyebab kedua jatuhnya mata uang adalah invisible hand Sang Majikan di puncak piramida. Kalau hari ini Anda mendengar pemerintah negara X memutuskan untuk mencetak sejumlah uang, bukan hutang kepada siapapun, untuk digunakan di negara mereka, Anda bisa bertaruh mata uang mereka akan langsung dihancurkan di pasar valas di London dan New York dalam waktu singkat.
Dan kalau hari ini, yang sedang melakukan quantitave-easing adalah Indonesia, dan bukannya Amerika, Anda bisa bertaruh rupiah yang ada di rekening Anda sekarang sudah jatuh sangat drastis nilainya.
Everybody is not equal my friend…
Hak untuk menciptakan uang adalah milik para Money Masters secara eksklusif. Penguasa tertinggi di dunia adalah bankir yang bisa memproduksi uang di puncak piramida dunia. Di bawah mereka adalah bankir-bankir lokal dengan pengaruh yang lebih minor. Jangan berharap mereka mau melepaskan sistem moneter seperti ini.
Pengaruh hutang negara terhadap rakyat mereka sering kali tidak kasat mata. Dan para aktor di belakang layar, mereka bisa sama sekali tak terdengar di media. Media akan sibuk menulis berita politisi dan partai politik mana yang bisa menyelesaikan masalah, atau politisi dan partai politik mana yang tidak bisa menyelesaikan masalah, tetapi mereka tidak akan melaporkan asal-muasal masalah yang sebenarnya.
Untuk setiap 1 sen uang yang dibayar kepada World Bank, negara X kehilangan 1 sen uang yang mungkin bisa dipakai untuk menyekolahkan anak-anak mereka, menjaga fakir miskin mereka, dan memelihara infrastruktur mereka. Ini semua tidak kelihatan kecuali Anda mengimajinasikannya.
Anda dibujuk membayar pajak, dibombardir dengan slogan "Orang Bijak Taat Pajak,” bahwa uang itu adalah untuk Anda juga, negara membutuhkan uang untuk membangun ini dan membangun itu. Memang kata-kata itu tidak sepenuhnya salah, tapi kalimat itu juga tidak sepenuhnya jujur. Jarang-jarang Anda akan mendengar bahwa negara juga membutuhkan pajak Anda untuk membayar IMF, World Bank, ADB, dan majikan-majikan lainnya, bukan begitu?
Bagi orang yang tidak menyukai topik zionisme dan isu politik yang lain, kabar baiknya adalah Anda memang tidak harus memikirkannya. Just follow the money. Kalau Anda bisa membayangkan bagaimana aliran uang mengalir di dunia, perlahan-lahan Anda akan memahaminya sendiri.
Zionis tidak harus eksis secara fisik di negara manapun. Yang mereka perlukan hanyalah memastikan bahwa Anda berada di dalam bagan piramid keuangan mereka. Memungut $100 dari setiap orang di sebuah negara dengan 1 juta penduduk tanpa paksaan yang terlalu kasat mata bahkan lebih efektif dibandingkan dengan menduduki secara paksa suatu negara dengan 1 juta penduduk dan kemudian merampok mereka $100 juta.
Adalah pilihan Anda, apakah Anda tertarik untuk menyebarkan “fakta” versi “pecundang” ini kepada ikan-ikan kecil lainnya, bila tidak saya hanya bisa mengatakan kepada Anda… Selamat berjuang dan memanjat bagan piramida dunia... Moga-moga bukan Anda sebagai korban berikut yang akan tenggelam di samudra dusta…
Heal The World
(by Michael Jackson)
Heal the world…
Make it a better place
For you and for me
For all entire human race
There are.. People dying
If you care enough for the living
Make a better place
For you and for me…
(by Michael Jackson)
Heal the world…
Make it a better place
For you and for me
For all entire human race
There are.. People dying
If you care enough for the living
Make a better place
For you and for me…